Sunday, December 30, 2007

[Resolusi???] Kilas Balik Action Plan 2007 & Action Plan 2008

Awal tahun 2008 telah datang. Sudahkah membuat perencanaan untuk 1 tahun ke depan ini? Jangan lupa pula untuk mengkaitkan dengan rencana jangka panjang 5 tahun & 10 tahun ke depan, mau dibawa kemana arah kehidupan kita?

Saya lebih senang menggunakan istilah Action Plan daripada Resolution. Kenapa? Karena dengan kata Action Plan yang berarti rencana untuk Action atau bertindak, feel-nya terasa banget bahwa susunan rencana yang ada untuk segera & harus dilaksanakan [kata ini kan TDA banget] . Sementara itu kata Resolusi [dalam kamus bahasa Indonesia] dimaksudkan untuk merujuk pada pernyataan tertulis yang biasanya berisi tuntutan tentang suatu hal. Dalam bahasa Inggris, resolution yang berkaitan dengan tahun baru memiliki arti ‘ketetapan hati’. Feel dari kata resolusi kok hanya sekedar susunan pernyataan atau daftar keinginan saja [ketetapan hati]. Action atau tindakannya kurang ya… [ini murni pendapat saya lho].

Belajar dari pengalaman Action Plan 2007 yang kurang lebih hanya terlaksana 40% saja, saya mencoba mengevaluasi kembali apa saja penyebab tidak terlaksannya Action Plan tsb. Kemudian menarik hikmahnya agar pada Action Plan 2008 nanti tingkat keberhasilannya bisa mencapai sekitar 100% atau setidaknya di atas 80% lah.

Kalau dibilang Action Plan 2007 tsb. tidak mengikuti kaidah yang ada, nggak juga sich. Karena waktu bikinnya kan sudah SMART [Specific maksudnya jelas apa yang diinginkan, Measurable atau terukur dan mungkin untuk dicapai, Antusias atau selalu semangat untuk mencapainya, Result-Oriented atau focus pada hasil yang akan dicapai, Time-framed atau jangka waktu kapan kita hendak mencapainya].

Setelah melalui refleksi, introspeksi, pengkajian yang mendalam dan melewati beberapa kali perenungan, ternyata ‘ketahuan’ penyebab beberapa Action Plan 2007 yang tidak terlaksana tsb.

Pertama, Action Plan 2007 tsb. yang seharusnya sering dievaluasi [sebulan sekali lah], ternyata pernah terselip entah kemana jadi hanya yang diingat saja yang dilaksanakan.

Kedua, ada beberapa Action Plan tsb. yang ternyata bertentangan dengan mindset saya akhir-akhir ini yang sudah banyak berubah. Dulu kan waktu bikin Action Plan yang penting tulis dulu semua ‘dream’ kita, urusan pelaksanaannya atau action-nya, gimana nantinya aja. Berikut coba saya sharing :

1. Di awal 2007 untuk urusan KESEHATAN, saya kepingin ikutan club fitness, tujuannya agar dipaksa disiplin berolahraga. Eh, pas tahu nilai rupiahnya yang lumayan mahal [mendingan dipakai nambahin modal usaha], kok akhirnya memilih untuk olah raga sendiri di rumah. Ternyata, olah raga sendiri, karena kurang disiplin, lebih banyak nggak terlaksananya.

2.Urusan KARIER di pekerjaan TDB, saya kepingin banget ada peningkatan yang signifikan. Yang ini kan jelas banget bertentangan dengan mindset yang selama ini saya bangun [untuk sesegera mungkin mengundurkan diri dan full TDA]. Hasilnya, ya nggak ada peningkatan apapun.

3. Dalam hal MATERI, saya kepingin ganti mobil Nissan X-Trail [gara-gara panas melihat kakak saya membelinya], ganti sepeda motor Suzuki Satria FU 150, dan kepingin punya villa di daerah Sukabumi [adik ipar punya di daerah itu]. Ketiga dream ini akhirnya juga tidak terlaksana. Karena setelah dipikirin kok konsumtif amat ya? Kenyataannya, mobil & sepeda motor yang saya pakai saat ini nggak ada masalah koq… Tentang villa, kalau hanya dikunjungi sebulan sekali atau kalau pas liburan anak sekolah saja kok juga mubazir ya?

4. Urusan KEIMANAN/IBADAH, saya berencana untuk membuka tabungan haji juga tidak terlaksana. Yang ini lebih disebabkan perasaan batin saya yang selalu merasa ‘belum siap’ untuk menunaikan ibadah haji [saya merasa belum menjadi muslim yang baik, sholat aja masih bolong-bolong].

Begitulah beberapa Action Plan 2007 tsb. yang pada akhirnya saya negasi [tolak] sendiri. Lalu apakah Action Plan nggak diperlukan? Saya pribadi tetap memerlukannya dan membuat Action Plan 2008. Kesimpulan sementara, untuk menyusun Action Plan 2008, saya harus lebih berhati-hati, agar lebih masuk akal dalam usaha mewujudkannya. Memang ada beberapa yang bertolak dari ‘dream’ [kalau nggak ada dream kan nggak ada usaha untuk mewujudkannya] tapi lebih ke hal-hal yang berkaitan dengan bisnis. Setidaknya, Action Plan tsb. nantinya kan bisa menjadi guidance bagi kehidupan saya pribadi. Juga agar saya tahu seberapa berhasilkah nanti pencapaiannya di tahun akhir 2008 nanti.

Berikut ini Action Plan saya untuk tahun 2008

1. Untuk KESEHATAN, mulai Januari 2008 saya akan berusaha berolah raga rutin seminggu 2 x [ikutan klub fitness di kantor], dan Sabtu atau Minggu berolah raga sendiri di rumah. Juga selalu menjaga kondisi, istirahat cukup, mengurangi makanan berkolesterol tinggi, general check up di bulan Juni.

2. Dalam hal KEIMANAN/IBADAH, saya & keluarga akan berusaha untuk sholat lebih baik lagi [khusyu’ & berkualitas], meningkatkan ketaqwaan beragama, memperdalam wawasan, beramal/berinfaq/bersodaqoh/berzakat lebih baik lagi dari tahun sebelumnya, dan plan untuk menjalankan ibadah HAJI.

3.Untuk KELUARGA, berusaha menyediakan banyak waktu untuk keluarga, lebih focus ke pendidikan anak-anak yang mulai beranjak ABG [baik pelajaran sekolah maupun akhlak], liburan bersama 2 x setahun [Lebaran & liburan Sekolah Juli or Desember].

4. Bidang USAHA, kepinginnya bisa lebih fokus memajukan usaha yang telah ada [kontrakan, rental mobil, rental excavator], dan ‘dreaming’ untuk memiliki usaha baru [apa saja].

5. Untuk PEMBELAJARAN, saya akan berusaha untuk belajar lebih baik lagi dalam hal kewirausahaan, motivasi diri, menghilangkan mental block yang ada, nge-blog & sharing pengetahuan, banyak baca buku.

6. KEHIDUPAN SOSIAL, kepinginnya dengan sisa hidup yang ada ini, hidup saya bisa lebih bermanfaat bagi orang lain, terutama di masyarakat sekitar tempat saya tinggal.

7. FINANCIAL, Januari 2008 tetap invest di reksadana dan membuka tabungan haji [dari hasil usaha].

8. Dalam hal MATERI, tetap kepingin ganti sepeda motor [Juli 2008].

Demikian gambaran Action Plan 2008 milik saya pribadi. Khusus tentang KEHIDUPAN SOSIAL, memang kalau dipikir-pikir, rasanya kok sayang ya kalau dalam menapaki kehidupan ini, segalanya kita biarkan berlalu dan mengalir begitu saja tanpa makna. Kan mumpung kita masih diberi waktu, alangkah baiknya bila dimanfaatkan dengan Action Plan yang bermanfaat bagi diri pribadi dengan membangun kehidupan yang lebih berkualitas, dan juga yang berguna bagi kehidupan banyak orang.

Lebih dari itu, pada hakekatnya, hidup kita ini kan akumulasi dari perubahan. Sementara yang namanya perubahan itu kan akhir-akhir ini dirasakan berlangsung sedemikian cepatnya. Seringkali, mereka yang tidak mau berubah biasanya akan dilibas oleh perubahan itu sendiri.

Bagaimana dengan teman-teman semua? Sudahkan membuat resolusi, action plan, impian atau perencanaan lainnya? Apapun istilahnya, kalau ada rencana, keinginan, impian, cita-cita, dsb. Akan banyak memberi manfaat berupa motivasi, semangat, energy positive atau keinginan kuat untuk bertindak mewujudkannya. Dalam menapaki kehidupan pun jadi ada guidance-nya. Namun yang paling penting adalah take action-nya atau tindakannya. Sebagus apapun resolusi, action plan, keinginan, cita-cita, impian yang ada kalau tidak ada action atau tindakan untuk mewujudkannya akan nothing happen adanya.

SELAMAT TAHUN BARU 2008, WUJUDKAN IMPIAN BARU & SUKSES SELALU

Catatan:
Tulisan ini juga untuk menjawab PR yang diberikan oleh Mr [millionaire] Adi Prajitno, sahabat di mastermind Jakarta Timur TNM-E20.

Thursday, December 27, 2007

Menyikapi kepribadian pengusaha



Akhir-akhir ini, setiap kali bertemu orang atau mengalami kejadian apapun di dalam kehidupan sehari-hari, saya selalu berusaha untuk belajar sesuatu atau mencoba mengamati untuk kemudian menganalisanya. Tentunya dengan harapan ada pelajaran berharga yang bisa dipetik.

Beruntunglah saya. Baru-baru ini, saya bisa belajar dari dua orang pengusaha yang di mata saya mereka memiliki the powerful personality [Istilah saya yang mengacu pada kepribadian yang penuh daya juang dan pantang menyerah], dan satu orang yang memiliki kepribadian sebaliknya, yaitu the powerless personality [kepribadian tanpa daya, pesimis dan gampang menyerah].

Yang pertama adalah Heri, salah seorang pengontrak ‘apartemen’ [baca: rumah kontrakan] saya. Di usianya yang masih muda [24 th] selepas SMA di Riau, ia merantau ke Jakarta dan bertekad untuk memiliki usaha sendiri. Setahun yang lalu, ia berani mengontrak kios di pasar Pondok Gede, dan membuka usaha sepuh emas untuk perhiasan. November 2007 lalu, tempat usahanya kena gusur, gara-gara pasar Pondok Gede diratakan dengan tanah untuk dibangun kembali. Meskipun usahanya saat ini terhenti, ia tetap tegar dan terus berusaha untuk mencari lokasi baru, karena di tempat penampungan ex pedagang pasar Pondok Gede dinilainya kurang strategis dan harus membayar sewa lagi. Heri sadar banget bahwa berlarut-larut dengan ‘musibah’ kena gusur & ‘ikutan protes’ bersama pedagang pasar lainnya yang hanya membuang waktu percuma. Lebih baik segera mencari jalan keluar yang terbaik untuk bangkit lagi & meneruskan usahanya, meskipun harus memulai dari nol lagi. Nggak perlu mencari kambing hitam dengan menyalahkan pemerintah, pembangunan & penggusurannya.

Yang kedua adalah pak Irun, pemilik toko kelontong yang terkomplit [udah kayak indomart lho] di pinggir komplek tempat tinggal saya. Saat gas di rumah habis, saya telpon tokonya, nggak lama kemudian langsung terdengar suara motor berhenti di depan pagar rumah. Eh ternyata, pak Irun sendiri yang mengantarkan tabung gas tsb. Salut saya. Tatkala saya tanya, “kok diantar sendiri emangnya ke mana anak buahnya?” Pak Irun pun dengan santainya menjawab, “anak buah pada pulang kampung semua! Jadi ya mesti nganter sendiri.” Padahal setahu saya [saya pernah ngobrol dengannya], pak Irun ini selain punya ‘mini market’ & wartel, juga punya warnet di depan kampus Guna Darma, Depok, yang per tahunnya memasukkan uang ke pundi-pundinya [bersih] sekitar Rp 80 jt-an. Kalau ditambah dengan hasil dari ‘mini market’ & wartelnya [bisa jadi lebih dari warnet-nya], berarti pak Irun ini kan sudah termasuk pengusaha yang sukses. Hebatnya, dia tetap mengutamakan ‘layanan prima’ untuk para pelanggannya. Tidak sedikitpun ia menyalahkan anak buahnya yang pulang, tapi lebih ke masalah tanggung jawab, bahwa berani jadi pengusaha ya harus siap menerima segala resikonya termasuk ‘bercapek-ria’ nganter gas ke pelanggannya.

Dari kedua pengusaha tsb. di atas, saya melihat bahwa sebagai pengusaha, kita harus memiliki the powerful personality. Atau kepribadian tahan banting, penuh semangat, selalu optimis, tak mudah menyerah, selalu positive thinking, dan tidak menyalahkan pihak lain untuk pembenaran dari kelemahan dirinya. Setiap keputusan yang diambilnya selalu penuh keyakinan & percaya diri. Juga sadar sepenuhnya bahwa untuk melaksanakan apa yang diperjuangkan pastinya tidak selalu melawati jalan yang mulus, tetapi selalu ada kerikil-kerikil tajam yang menjadi penghambat. Tinggal bagaimana cara menghadapinya. Kalau toh pernah mengalami kegagalan, tidak akan membuatnya patah semangat. Namun lebih dilihat sebagai proses pembelajaran. That’s all.

Sebaliknya, saya juga belajar tentang the powerless personality atau kepribadian pecundang [gampang menyerah, gampang mencari kambing hitam untuk menutupi ketidakberdayaanya, pesimis, negative thinking, dsb.] dari seorang yang bernama Ma’il, yang tinggalnya juga di pinggiran komplek saya. Yang satu ini, punya 2 anak yang masih sekolah, tetapi jobless. Kalau sedang ‘kepepet’ nggak ada uang, selalu datang ke rumah saya dan minta kerja apa saja. Biasanya, kalau pas begini, saya mintai tolong untuk nyuci mobil & sepeda motor [padahal saya kerjakan sendiri sambil olah raga pagi juga bisa]. Atau ganti lampu yang mati di ‘apartemen’ saya, benerin saluran air yang mampet, benerin genting bocor, dsb., kan nggak lucu kalau nggak bantuin apa-apa dikasih duit.

Suatu kali, dengan penuh keyakinan Ma’il menemui saya, lalu memaparkan rencananya untuk membuka bengkel las [ia punya pengalaman kerja & ‘sertifikat ngelas’], kebetulan dia dapat order-an bikin pagar dari komplek perumahan sebelah. Ia pun minta dimodali. Lalu saya putuskan untuk menolongnya tapi sebatas membeli alat las listrik, bor, gerinda & peralatan penting lainnya. Untuk sewa tempat, nanti dulu, saya kepingin melihat perkembangannya. Komitmennya, setiap kali dapat job ‘ngelas’, dia harus mencicil peralatan tsb. [Rp 25,000 per job]. Nantinya, kalau modal yang saya keluarkan telah kembali, peralatan tsb. menjadi miliknya.

Baru juga dapat order-an 3 kali [cicilan juga baru Rp 75,000], Ma’il sudah malas cari order. Tiap kali datang ke rumah selalu mengeluh bahwa ‘nyari’ order susah, dan kalah bersaing dengan bengkel las lainnya, ujung-ujungnya minta kerjaan lagi [dulu bilangnya mau rajin ‘habis-habisan’ nyari order-an]. Akhirnya sambil nunggu order dari luar, saya ‘ada-adain’ kerjaan ‘ngelas’ seperti : ganti teralis semua jendela rumah saya, bikin pagar teras, bikin menara untuk penampungan air, ganti tutup pompa air, bikin pagar mezzanine, dsb. Terakhir, November 2007 lalu, ia menyerah ‘kalah’, semua peralatan las dikembalikan ke saya. Nah, lho. Duit saya berhenti di peralatan las ini. Wuah payah banget, niat baik saya untuk membuatnya ‘mandiri’ untuk menjadi pengusaha gagal sudah. Saya hanya berpesan kepadanya,”kalau mental kamu masih seperti itu, sampai kapan pun tidak akan pernah bisa merubah nasib jelek menjadi lebih baik. Dan ingat yang bisa merubah nasib kamu, adalah dirimu sendiri”.

Begitulah sharing saya tentang dua kepribadian yang bertolak belakang. Pelajaran buat saya pribadi, kalau kita tidak pernah berhasil merubah the powerless personality menjadi the powerful personality, maka tidak akan pernah menjadi pemenang [menang melawan ketidakmampuan kita] dan selamanya akan menjadi pecundang atau the looser. Semoga pengalaman saya ini bermanfaat bagi Anda semua.

Sunday, December 23, 2007

Waktu

Waktu, hari ini baru kusadari bahwa ternyata yang namanya waktu betul-betul begitu cepat berlalu. Rasanya [perasaan saya] baru saja memasuki tahun baru 2007, bulannya Januari, nggak terasa sudah berganti April, terus Agustus. Eh, masuk September [Ramadhan] terus nyambung Oktober [Idul Fitri], eh saat ini sudah masuk ke bulan Desember 2007 [Idul Adha]. Tidak lama lagi 2007 ketinggalan waktu. Dan kita sambut 2008.

Waktu pula yang menjadikan saya bertambah usia. Meski terasa dalam diri, kok kayaknya usia berapa saja rasanya sama [nggak ada perubahan gitu], seperti waktu masih muda ya? Padahal tak tahu kita berapa usia yang masih bersisa yang menjadi milik kita, karena waktu untuk kita adalah rahasia Allah semata. Lalu haruskah menyia-nyiakan sisa waktu yang ada. Logikanya, sudah seharusnya kita memanfaatkan waktu yang ada untuk segala aktivitas yang bermanfaat baik untuk diri kita dan juga orang lain [kemaslahalatan umat].

Waktulah yang mendadak membuat tercenung dan memaksaku merenung. Mengkilas balik, apa saja yang telah kuperbuat di waktu-waktu yang lalu. Terlintaslah semuanya di depan mata, segala aktivitas di tahun-tahun yang telah berlalu...?? Dan waktu tiba-tiba membuka mata bahwa begitu mudahnya saya menyia-nyiakan waktu yang ada. Terbukti dengan begitu banyak rencana [action plan] yang tak terlaksana. Lagi-lagi ada rasa sesal kenapa begitu sering menunda dan menunda. Yang tersisa, deretan pertanyaan untuk diri pribadi. Kenapa begitu sedikit rencana yang telah ditata dapat terlaksana? Apa saja ya rencana yang tertunda? Kenapa ditunda kalau itu sudah masuk di dalam rencana? Berarti waktu yang ada nggak mencukupi? Nggak punya waktu? [Orang bijak bilang, yang merasa nggak punya waktu, berarti termasuk golongan yang tidak dapat mengatur & memanfaatkan waktu].

Waktu yang dimiliki semua orang jumlahnya sama. 24 jam sehari. Tapi dalam hal memanfaatkan waktu, ternyata masing-masing dari kita bisa berbeda caranya. Sehingga berbeda pula hasilnya. Ada yang selama kurun waktu tahun 2007 ini berhasil mencapai goal-goal yang spektakuler dari target yang telah dicanangkan. Tapi banyak juga yang merasa seperti masih jalan di tempat, meskipun waktu telah berlalu begitu cepat. Dan begitu mudahnya waktu disalahkan sebagai kambing hitam, “waktunya cepet banget berlalu”, “aku nggak punya waktu”, “waktunya mepet sich”, “nggak ada waktu lagi…”, “coba kalau masih ada waktu, pasti beres!”, “waktunya kurang tepat sich”, dan masih banyak lagi. Kenapa nggak kita coba untuk mencari kesalahan itu dari dalam diri kita sendiri yang memang kurang pintar me-manage waktu? Lalu berusaha untuk memperbaikinya di waktu-waktu yang akan datang.

Waktunya tiba pula bagi kita semua untuk bersyukur. Begitu banyak sebenarnya yang telah kita nikmati selama perjalanan hidup ini, Bersyukur pula atas segala hal yang telah berhasil diraih selama ini bersama sang waktu. Prestasi apapun yang telah dicapai setidaknya menjadikan kita lebih arif dalam hal memaknainya. Setidaknya seiring berjalannya sang waktu, sekecil apapun, pasti ada hal-hal yang telah kita perbuat yang bermanfaat untuk kemajuan diri kita pribadi khususnya, dan masyarakat umumnya.

Waktu juga begitu penting bagi mereka yang menamakan diri sebagai calon pengusaha. Karena biasanya, untuk memulai take action buka usaha, waktu yang tepat juga menjadi moment penting. Tatkala bertanya kapan harus mulai take action, jawabannya pun sudah pasti nggak ada waktu yang tepat selain ‘sekarang juga’. Konon, berdasarkan pengalaman, kalau tidak segera memulai usaha ‘sekarang juga’, sampai kapanpun nggak bakalan pernah ‘take action’. Akhirnya saat waktu telah berlalu, barulah muncul kesadaran di kemudian waktu, kenapa ya kok nggak memulai pada waktu itu? Bagi yang telah menjadi pengusaha, waktu juga menjadi penting tatkala hendak memanfaatkan berbagai peluang yang ada. Jangan sampai gara-gara tidak mampu mengatur waktu, peluang usaha yang hadir di depan mata, berlalu begitu saja bersama waktu.

Waktu yang tepat, bagi yang belum memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya, segeralah membuat rencana. Seperti apakah tujuan hidup masa depan yang Anda impikan? Jangan sampai untuk diri kita sendiri, kita lalai membuat perencanaan 1 tahun ke depan, 5 tahun ke depan dan juga 10 tahun dari sekarang. Mau diarahkan kemanakah jalan hidup kita? Berusahalah untuk memaksimalkan waktu yang ada dengan seksama mewujudkan segala rencana hidup Anda...?? Karena seiring bertambahnya usia, kalau tetap bercita-cita mulia untuk menjadi TDA, tetapi belum juga take action dan punya usaha, Anda akan semakin berpacu dengan waktu. Sadarilah yang namanya waktu tidak pernah bisa diulang kembali.

Waktu, kok rasanya nggak ada habisnya ya kalau kita bahas lebih jauh lagi. Lha nanti waktunya habis hanya untuk bikin tulisan ini. Padahal kan sudah berkomitmen untuk memanfaatkan waktu seefisien mungkin. Daripada kehilangan waktu untuk aktifitas yang lain, lebih baik saya sudahi dulu diskusi tentang waktu ini. Takut ah... kan detik demi detik, waktu selalu berlalu…dan berlalu…

Tuesday, December 18, 2007

Sepenggal cerita seputar Qurban

Tak terasa Hari Raya Idul Adha datang menjelang. Di mana kita sebagai umat Islam yang mampu secara ekonomi diwajibkan untuk ber-qurban.

By the way, ngomong-ngomong soal qurban, sejak tinggal di komplek saya [14 tahun] saya selalu sedih melihat daging qurban yang akhirnya menumpuk dan hingga sore belum tersalurkan kepada yang berhak. Tatkala saya tanyakan kepada panitia, katanya semua para penerima daging qurban yang ada di sekitar komplek sudah menerima semua. Yang sisa ini konon hendak disalurkan ke tempat lain, tetapi menunggu kordinasi dari pak ustadzs.

Pernah saya berkeliling ke komplek perumahan sebelah, dan juga yang ada di sekitar, hal serupa juga terjadi. Wuah, gimana nich? Rupanya, kalau di daerah Jabodetabek, ‘keberlimpahan’ seperti ini, bisa-bisa memang sering terjadi. Pernah di tahun berikutnya, saya usul ke panitia qurban agar, pemotongan hewan qurban tsb. dilakukan dalam beberapa hari kemudian. Niatnya, agar distribusinya bisa sampai kepada mereka yang berhak entah di mana. Mereka menjawab prakteknya akan sulit dilakukan karena tukang potongnya juga sulit untuk didatangkan lagi, transportasinya, dan ibu-ibu yang membantu membagi daging qurban juga maunya kerja seharian dan selesai. Atau kita serahkan saja ke panitia qurban nasional yang jangkauan distribusinya se-Indonesia. Jawab mereka, banyak dari pemilik hewan qurban yang tidak menyetujuinya. Ya wis lah!

Bukannya mau ngomongin masalah ikhlas nggak ikhlas berqurban, tapi saya lebih menyoroti masalah pendistribusian daging qurban tsb, yang menurut pengamatan saya kok nampak tidak ‘nyampe’ kepada yang berhak. Padahal di banyak desa di pelosok sana, seperti di Blitar Selatan, Trenggalek, atau entah di mana lagi, banyak kaum papa yang tak tersentuh dengan pembagian daging qurban di Hari Idul Adha ini. Sampai saat ini pun saya selalu masih terusik, dan memikirkan bagaimana agar mereka-mereka yang tinggal jauh di pelosok sana dapat ikut menikmati qurban.

Di tahun 2003 lalu, karena kepingin qurban tsb. bisa ‘nyampe’ ke pelosok desa, saya beli sepasang kambing di Blitar dan saya titipkan ke mas Yanto [suaminya PRT almarhum mertua saya]. Sistemnya adalah ‘paron’ atau bagi hasil, jadi setiap ada anak yang berjumlah genap kita bagi dua, kalau cuma satu ya buat dia. Nantinya, setiap tahun [Idul Adha] mas Yanto harus antar kambing jantan yang menjadi hak saya untuk dijadikan qurban di desa pelosok di Blitar sana. Ide bagusnya, saya nggak perlu repot membeli kambing setiap datangnya Idul Adha.

Tapi ternyata 'matematika' ternak kambing ini [yang harusnya sudah beranak pinak] nggak berjalan seperti yang diharapkan. Hingga Lebaran kemarin, saya ‘ngontrol’ [selama ini memang sengaja saya lupakan, biar tahu-tahu ada banyak], ternyata jumlah kambingnya kok cuna ada tiga ekor, sepasang indukan dan anaknya satu ekor [yg jadi hak mas Yanto]. Berbagai alasan disampaikan oleh mas Yanto ini, katanya pernah beranak 4 tapi kena serangan penyakit dan mati semua, terus pernah beranak lagi 3, pas baru usia 2 minggu juga mati. Yang sekarang ini, tadinya beranak 4 tapi yang 3 ekor juga mati, jadi hanya bersisa satu ekor. Lho kok?

Saya pun hanya bisa menerima penjelasan tsb. apa adanya, namun dengan bertanya-tanya dalam hati. Tapi daripada menduga-duga yang nantinya malah berujung ke buruk sangka atau su-udzon, lebih baik saya ambil hikmahnya saja, dan tetap be positive thinking. Barangkali Allah SWT memang belum mengijinkan rencana & niat baik saya untuk ber-qurban di desa pelosok sana. Atau memang Allah SWT menghendaki saya ber-qurban hanya di seputaran Jabodetabek saja [yg dekat dengan tempat tinggal saya]. Karena bisa jadi memang masih banyak yang belum mendapatkan jatah qurban. Akhirnya, saya putuskan untuk ber-qurban di komplek tempat tinggal saya [‘patungan’ bertujuh dengan tetangga membeli Sapi] dan mempercayakannya ke pengurus musholla yang juga menjadi panitia Qurban.

So, sambil tetap niat sepenuh hati untuk menjalankan ibadah secara pasrah & ikhlas. Allaahu Akbar, Allaahu Akbar…

Saya bersama seluruh keluarga besar mengucapkan Selamat Idul Adha. Semoga amal & ibadah kita semua diterima Allah SWT, dan juga mendapat ridho-Nya. Amin.

Monday, December 17, 2007

Nama = doa [catatan mastermind TNM-E20]

Nama membawa berkah. Nama juga mencerminkan harapan. Harapan adalah doa, dan juga tervibrasi sebagai LoA secara terus menerus. Dan saya percaya sekali dengan hal ini. Yang namanya usaha saja memang nggak cukup. Harus diiringi pula dengan doa. Hasilnya, dahsyat luar biasa. Saya dan teman-teman di mastermind TNM-E20 telah membuktikannya.

Begitulah yang terjadi. Dulu di awal ‘ngumpul-ngumpul’, saat temen-temen mastermind Jakarta Timur mencari nama yang pas dengan kiprah dan dream para anggotanya, memang melalui proses sharing dan voting yang benar-benar demokratis. Terpilihlah nama The New Millionaire-Empathy 20 [pak Asep, kalau salah mohon dikoreksi]. Nama ini adalah dream dari para anggota mastermind Jakarta Timur, yaitu keinginan untuk menjadi The New Millionaire, yang memiliki Empathy [kepedulian yang tinggi] untuk selalu bersedaqoh minimal 20% dari hasil usahanya. Itulah yang terpikir di dalam benak kita semua pada saat itu.

Kalau saat ini anggota mastermind TNM-E20, para millionaire baru sudah mulai ‘menapaki’ kemajuan dalam usaha yang ditekuninya, itu berarti doa kami semua yang di-LoA-kan [law of attraction] secara terus menerus, mendapatkan jawaban dari Allah SWT. Amin.

Sebut saja pak Fuad Muftie, yang 14 Desember 2007 lalu, ruko barunya digunakan untuk pertemuan mastermind TNM-E20. Diam-diam, yang sejak bulan puasa lalu nggak ketemu, telah memperoleh big winning-nya yaitu toko Addina V.2.0. [toko busana muslim]. Rukonya besar dan berlantai 3. Harapan kita semua, semoga leverage business yang dilakukannya dapat terwujud, toko Addina BISA menjadi Pusat Grosir Busana Muslim di Jakarta Timur.

Kemajuan bisnisnya juga dialami oleh pak Adi Prayitno. Rencananya Ar-Rahman Distro sebagai distributor, yang selama ini berkonsentrasi pada pakaian muslim anak-anak dan disebar ke beberapa agen, sedang berencana untuk BISA membuka toko Grosir di JaCC bersama teman-teman TDA lainnya. Usaha pendidikan TK yang dikelola istrinya sedang dalam persiapan untuk BERKEMBANG dengan usaha baru bimbel. Sukses pak!

Pak Adhi Budi Satria sharing tentang kiat bagaimana ia BISA membeli rumah barunya di dekat ruko pak Fuad Muftie. Terinspirasi dengan tulisan pak Roni Yuzirman tentang jangan remehkan ‘usaha recehan’, rencananya ia akan membuka outlet mpek-mpek Palembang yang baru di lokasi ini. Dengan banyak outlet yang tersebar di banyak tempat, akan menjadi faktor kali yang memberikan income lebih besar lagi. Ia juga berencana untuk BISA membuka grosir batik di JaCC bersama rombongan TDA.

Ikutan buka toko di JaCC juga akan dilakukan oleh pak Tatang Sulaeman. Selain itu, ia juga menceritakan bagaimana ia BISA membeli kios di PGJ [Pusat Grosir Jatinegara] sebagai usahanya di bidang property, dan beberapa peluang usaha lainnya yang sedang dijajaginya.

Pak Nur Alam juga sharing tentang bagaimana KEMAJUAN Kasyafa Distro-nya. Ia juga menceritakan strategi marketingnya untuk mensiasati suasana pasca Idul Fitri agar usahanya tetap MAJU, serta peluang jualan jilbab merek terkenal yang tadinya tidak banyak peminatnya, tiba-tiba saat ini banyak dicari pelanggannya.

Penggagas dan juga leader mastermind TNM-E20, pak Asep Triono, menceritakan KEMAJUAN beberapa bisnisnya yang dahsyat. Pusat Pendidikan Bahasa Inggris ‘Learning Point’-nya akan BERTAMBAH dengan usaha bimbel. Ia juga cerita tentang KEBERHASILAN memenangkan tender IT. Dan cerita beberapa peluang usaha lainnya yang sedang terus berproses. Selamat boss!

Saya sendiri bersama 2 kakak dan adik, seperti yang sudah saya sharing di blog ini, di hari Lebaran kemarin memang BERHASIL take action usaha baru dengan hitungan waktu yang singkat [+/- 3 minggu], yaitu rental excavator. [baca : “Nggak nyangka berani hutang +/- Rp 1 M”]. Sebuah KEMAJUAN yang layak untuk disyukuri.

Beberapa anggota baru [saya belum hafal nama-namanya] juga ikut bergabung dalam pertemuan mastermind TNM-E20. Mereka juga ada yang sharing tentang kemajuan usahanya. Pak Hantiar, bintang tamu kita yang juga ustadz TDA, banyak memberikan masukan-masukan berharga bagi temen-temen yang berbisnis garment [beliau ini kan boss produsen garment]. Sedangkan untuk anggota lama yang kebetulan berhalangan hadir [pak Rery Indra Kesuma, pak Wahyu Raharjo, pak Hendra & bu Mardiah, pak Adhi Yosef, pak Roup, pak Rully Saeful, dll.], kita berharap mereka semua BISA sharing KEMAJUAN usahanya di pertemuan mastermind berikutnya.

Inilah laporan saya seputar pertemuan mastermind TNM-E20 kemarin. Kemajuan usaha memang mulai nampak hasilnya. Tentunya, ini semua tidak lepas dari kerja keras, kerja cerdas yang selalu disertai doa. Dream kita bersama untuk menjadi “The New Millionaire-Empathy 20” memang mulai mewujud. Yang juga penting, kita semua tetap harus ingat pada komitmen bersama untuk menyisihkan 20% dari hasil usaha untuk bersedaqoh ikhlas [dalam setiap Rp. rejeki yang kita peroleh, di dalamnya ada hak anak yatim, piatu, yatim-piatu, dan kaum dhluafa]. Bravo TNM-E20.

Friday, December 14, 2007

"Kenapa sih kepingin jadi pengusaha? Kepingin cepat kaya, ya?"


Pertanyaan inilah yang dilontarkan seorang teman tatkala ngobrol santai tapi serius seputar masalah kewirausahaan yang sering saya share bersamanya. Lalu ia pun menyela, “Belum tentu kalau sudah nyemplung jadi pengusaha, cita-cita kepingin kaya bisa diraih dengan mudahnya. Memang logikanya jadi pemilik bisnis atau pengusaha akan bisa mengantarkan kita untuk meraih kekayaan yang berlebih.”

Teman saya pun menyitir pendapat Handy Irawan pendiri Frontier Consulting Group, bahwa dari 200 ribu orang kaya Indonesia yang memiliki dana likuid di perbankan sejumlah Rp 1Milyar ke atas tediri dari :

- 50-55 % adalah pedagang
- 8-10 % adalah kaum professional [pengacara, dokter, konsultan papan atas]
- 9-10 % adalah karyawan top level [para manajemen, eksekutif puncak]
- 5-7 % adalah pemilik biro jasa
- sisanya adalah pemilik korporat raksasa, importer/exporter raksasa, investor kakap, dsb.

“Memang dari penjelasan tsb”., lanjut teman saya, “jumlah terbesar orang kaya adalah para pedagang dan para pemilik usaha, tapi alangkah baiknya juga kita melihat fakta sebenarnya yang ada di sekitar kita, bahwa di negeri ini, lebih banyak pedagang & pemilik bisnis [kecil-menengah] yang tidak kaya [pas-pasan] ketimbang yang sungguh-sungguh kaya”. Demikianlah teman saya memberikan semacam warning, agar saya juga mau belajar dari ilustrasi yang diberikannya. Jadi maksudnya kalau mau jadi pengusaha jangan yang ‘nanggung’ gitu.

Setelah merenung sejenak untuk mencerna ilustrasi di atas, saya pun mencoba untuk memberikan pandangan & pendapat saya pribadi. Bahwa keinginan saya untuk jadi pengusaha bukanlah karena kepingin kaya semata. Kekayaan bukanlah tujuan utama, tapi seandainya setelah punya usaha akhirnya menjadi kaya, ya itu kan namanya barokahnya. Dan bukankah sebagai umat Islam kita wajib dan harus kaya? Kalau nggak kaya kan nggak bisa berzakat/beramal/bersedaqoh, nggak bisa menyantuni anak yatim/piatu/dan yatim piatu, nggak bisa ber-qurban, nggak bisa menjalankan ibadah haji, nggak bisa membantu pemberdayaan umat, dsb. Tetapi, terlepas dari uraian di atas, ada banyak hal lain yang meyakinkan langkah saya untuk tetap mantap kepingin menjadi pengusaha.

- Let say, bahwa untuk untuk menjadi pengusaha sukses & kaya memang tidak ada jalan yang mudah dan mulus. Tetapi setidaknya jalan tersebut harus kita coba untuk lewati. Ingat bahwa semua pengusaha & pemilik bisnis yang sukses saat ini, dulunya kan juga berangkat dari usaha kecil-menengah. Siapa tahu nantinya kita dapat masuk ke golongan yang 50-55 % tadi.
- Jadi pengusaha itu ada peluang untuk lebih mandiri dan mapan secara financial sekaligus berpeluang pula memperoleh penghasilan yang besar. Beda dengan karyawan yang di jaman sekarang begitu sarat dengan ketidakpastian.
- Jadi pengusaha memungkinkan kita bebas mengatur waktu sesukanya, tidak terikat dengan jam kantor eight to five, dan tidak menjadi bawahan orang lain. Kayaknya rasanya bisa menikmati waktu untuk kegiatan yang lebih bermanfaat baik untuk ibadah, diri pribadi dan keluarga.
- Jadi pengusaha membuat kita lebih mulia dan secara otomatis mengantar kita menjadi golongan Tangan di Atas, yang dapat banyak memberi [menggaji karyawan] dibanding karyawan yang masih menengadah untuk menrima gaji [Tangan di Bawah] dari para pemilik usaha.
- Jadi pengusaha juga berarti menjalani hidup sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad SAW yang menganjurkan umatnya untuk berniaga [jadi pengusaha]. Beliau pun mengingatkan bahwa 9 dari 10 pintu rejeki itu berasal dari berniaga [pengusaha].

Terlepas dari diskusi di atas, yang sempat membuat saya me-review kembali niat untuk menjadi business owner, barangkali lebih enaknya kalau pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada kita sifatnya lebih jauh ke depan. Misal: “kalau sudah jadi pengusaha apa sih manfaat yang bisa kita berikan kepada orang banyak?” Atau “berapa banyak tenaga kerja yang kita bisa serap, biar para pencari kerja nggak pada jadi TKI di manca negara?”, atau “kalau bisnis sukses & sudah kaya, bagaimana mengusahakan agar Indonesia di tahun 2020 terbebas dari kemiskinan?”.

Tentunya dengan harapan yang positive thinking agar kita lebih semangat, lebih tertantang untuk berkembang maju terus, dan bersama menebar rahmat, daripada hanya berkutat pada persoalan mau jadi pengusaha [TDA] atau tetap menjadi karyawan [TDB]. Okay?

Wednesday, December 12, 2007

Krismon, entrepreneurship, dan TDA


Sadarkah kita bahwa krisis ekonomi yang berkepanjangan, ternyata juga mengajarkan kepada kita semua bahwa menggantungkan sumber penghasilan hanya dari pekerjaan kantoran [bekerja kepada orang lain], sebaiknya jangan dijadikan pilihan utama lagi. Meskipun selama ini, sejak kita duduk di bangku sekolah dasar hingga lulus menjadi sarjana, para orang tua selalu berharap agar kita menjadi karyawan kantoran yang mapan.

Paradigma lama tsb. memang layak ditinggalkan. Lihat saja, tatkala Indonesia terseret krisis ekonomi yang disusul dengan gelombang pemutusan hubungan kerja [PHK] yang menimpa jutaan karyawan, tiba-tiba menyadarkan kita semua bahwa menjadi pekerja itu ternyata sangat riskan dan rentan terhadap ‘gonjang-ganjing’ perekonomian global. Saat itu, angka pengangguran pun melonjak drastis. Ada yang menganggur karena belum juga dapat pekerjaan, baru lulus kuliah, maupun yang berasal dari dampak PHK tadi.

Berita baiknya, krisis ekonomi ternyata ada dampak positifnya pula, yaitu dengan lahirnya para pengusaha baru. Mereka adalah yang jeli melihat peluang, dan tak gamang menghadapi kesulitan-kesulitan. Tatkala sebagian meratapi nasib malangnya akibat terkena PHK dan tak juga dapat pekerjaan, mereka justru mengarahkan segenap daya dan upaya untuk membuka lapangan kerja bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Ilmu ‘kepepet’ mampu mengantar mereka menuju sukses.

Mulailah muncul kesadaran baru bahwa jalan untuk meraih sukses, kekayaan maupun kebahagiaan ternyata bisa dicapai tidak hanya dengan kerja kantoran, melainkan dengan menjadi pengusaha. Apalagi diperkuat dengan sabda Nabi Muhammad SAW, bahwa. 9 dari 10 pintu rejeki itu berasal dari berniaga. [Ini juga menunjukkan bahwa 9 dari 10 orang kaya adalah para pengusaha.] Sedangkan sisanya yang hanya satu bagian diperebutkan oleh sekian banyak orang yang lebih memilih menjadi karyawan atau pekerja.

Menariknya, yang namanya kewirausahaan tiba-tiba menjadi sangat diminati oleh siapapun juga yang ingin berubah untuk maju secara ekonomi. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya muncul training, seminar, kursus & sekolah yang dilabeli dengan entrepreneurship. Berbagai buku yang berbau entrepreneurship mulai yang terbitan luar hingga local pun banyak diminati. Berbagai kelompok dan organisasi bisnis juga bermunculan hampir di setiap kota besar Indonesia. Dunia maya dengan mailing list-nya pun juga tak luput ikut meramaikan euphoria ini. Tidak heran pula bila yang namanya milis komunitas & jaringan kerja TDA [Tangan di Atas] ini akhirnya memang menarik minat hingga 1000 lebih anggota.

Fenomena di atas bisa dimaknai bahwa masalah wirausaha menjadi penting untuk dikembangkan di negeri ini. Jadi kalau di komunitas TDA [tangan di atas] kita ‘diajak’ dan 'diprovokasi' untuk bisa menjadi pengusaha, sudah benar adanya. Hebatnya komunitas TDA ini, yang juga menjadi jaringan kerja para membernya, benar-benar dikembangkan dari semangat dan niat tulus para founder-nya untuk saling berbagi ilmu tentang dunia usaha tanpa pernah ada unsur komersialisasinya. Ditambah lagi, banyaknya kegiatan ‘kopdar’ berupa seminar, training berbiaya murah yang secara spesifik menjawab kebutuhan para membernya, baik yang sudah punya usaha maupun yang hendak take action. Kelebihan lainnya, di TDA juga sering ada tawaran kios gratis di mal-mal yang juga dapat berfungsi sebagai ajang pembelajaran bersama memulai set-up sebuah toko. Dahsyat kan!

Marilah melalui komunitas TDA ini, bersama kita kembangkan semangat untuk berani menjadi pengusaha di berbagai bidang, agar kita mampu mengejar ketertinggalan di bidang ekonomi, baik di negeri ini maupun di percaturan dunia. Kalau selama ini kita hanya menjadi ‘penonton’, sudah saatnya kita bangkit dan ikut berperan menjadi ‘pemain’ di dunia usaha. Ingat, untuk menjadi pengusaha tidak diperlukan bakat khusus, karena pada dasarnya semua orang itu mampu untuk menjadi pengusaha. Asalkan menyadari potensi yang dimiliki dan mau bekerja keras dan cerdas, diiringi dengan doa dan kesabaran [tentunya] nantinya akan bisa menjadi pengusaha yang berhasil.

Semoga cita-cita bersama agar Indonesia nantinya menjadi bangsa yang bermartabat secara ekonomi [tidak mengekspor TKI lagi], dan di tahun 2020 terbebas dari kemiskinan dapat terlaksana. Amin.

Endro Wahyu M

[TNM-E20, mastermind JakTim]

Monday, December 10, 2007

Asal 'ngusul' kata pengusaha

Saat hendak memperpanjang STNK mobil yang saya rentalkan, yang saya mintai tolong ngurus nyeletuk tatkala membaca status pekerjaan saya yang tertera di KTP, “Enak gak sih pak jadi wiraswasta?”. Saya pun menjawab dengan singkat bahwa saya masih karyawan swasta tapi juga punya usaha. Dia pun menyahut lagi, “Lho ini kok di KTP pekerjaan Bapak tertulis sebagai wiraswasta? Wuah tambah enak lagi dong, punya gaji dari kantor tapi juga punya penghasilan dari bisnis?”. Saya lihat di KTP, memang di kolom pekerjaan ditulis sebagai ‘wiraswasta’.

Usut punya usut, saya menjadi ingat ketika tahun 2003 yang lalu, saat ngurus IMB 8 ‘apartemen’ [baca: rumah kontrakan] memang berbarengan dengan memperpanjang KTP. Lha, ternyata oleh teman yang saya mintai tolong mengurusnya [pegawai kelurahan] kolom pekerjaan saya diganti menjadi ‘wiraswasta’, karena persepsinya, saat itu, saya sudah beralih profesi menjadi pengusaha kontrakan.

Namun kalau mem-flashback perjalanan bisnis saya, rupanya ketidaksengajaan ini banyak hikmahnya pula, yang juga sepantasnya saya syukuri. Di dalam buku the Secret, konon, ketidaksengajaan ini justru sangat menguntungkan, karena dengan tertulis sebagai wiraswasta, bisa menjadi Law of Attraction, meaning-nya saya sudah sangat siap ‘ribuan’ persen untuk menjadi pengusaha [nggak cuma visualisasi dan vibrasi, tapi bener-bener sudah tertulis jadi wiraswasta]. Energi positif ‘wiraswata’ menyebar ke alam semesta, lalu menarik berbagai peluang usaha ke dalam diri saya.

Pantes saja sejak punya usaha ‘apartemen’ tsb., kok saya jadi semangat terus untuk mencari-cari peluang usaha lainnya. Jadi kalau hingga saat ini akhirnya saya berhasil memiliki beberapa usaha, ya salah satunya akibat dari pekerjaan saya di KTP sebagai ‘wiraswasta’. [Inilah hebatnya orang Jawa, diotak-atik, akhirnya gatuk juga].

Keuntungan lain, seringkali kalau saya ke Bank, para teller maupun customer service-nya jadi lebih ramah, karena dipikirnya saya pengusaha yang cukup sukses [kalau yang ini GR kali ya? Kan karyawan Bank sekarang memang cantik-cantik & ramah-ramah].

Selebihnya, barangkali kalau saat ini mau melamar ke mertua, pasti langsung okay, kan sekarang memang jamannya pengusaha yang lagi naik daun. [Tapi saya dulu masih mahasiswa ‘ngelamar’, kok diterima ya?]

Kalau ngomongin kekurangannya, paling ya kalau mau ngelamar pekerjaan bisa jadi nggak bakalan diterima. Wong sudah jadi pengusaha kok mau jadi karyawan, jangan-jangan nanti pekerjaannya disambi dengan kesibukan bisnisnya. Terus, nanti malah bikin kantor di dalam kantor.

Kekurangan lain, kalau pas melanggar rambu lalu lintas dan akhirnya kena semprit, pas dilihat KTP nya denda damainya jadi lebih mahal. [Tapi pernah juga kena pemeriksaan dan SIM saya habis, pas lihat KTP malah dibebaskan, karena ternyata polisi tsb. merasa satu daerah dengan kota kelahiran saya, Madiun.]

Nggak enaknya juga, kalau mau iseng nyoba-nyoba minta jatah kompor gas gratisan pemerintah ke kelurahan, pasti nggak bakalan dikasih, hehehe…

Tapi jujur saja, saya sebenarnya lebih seneng ketidaksengajaan di kolom pekerjaan tsb. harusnya tertulis ‘pengusaha’. Entahlah, karena feel-nya kalau kata ‘wiraswasta’ [arti di kamus, orang yang menentukan cara produksi, memasarkannya, dan menentukan permodalannya], kok kayaknya person-nya masih sibuk [kerja sendirian] berkutat, dan bekerja keras di dalam system yang ada. Dan ‘wiraswasta’ tuh kayaknya kata yang khusus buat lelaki [kan wira artinya laki-laki]. Lha terus gimana menyebut wiraswasta wanita? Wiraswastawati? Repot ya?

Beda dengan kata ‘pengusaha’ [di kamus berarti orang yang mengusahakan perdagangan atau industri, dsb. kata lainnya: saudagar, usahawan], yang feel-nya person-nya nggak terlibat banyak dalam keseharian usahanya karena sudah memiliki system yang tertata dan berjalan dengan baik. Sang pengusaha kerjanya tinggal mengontrol saja [kalau perlu via HP atau via e-mail saja]. Kata ini juga bersifat unisex, bisa dipakai baik untuk pria maupun wanita. Lebih asyiik kan?

Atau kalau boleh, sebutannya mengadaptasi dari bahasa Inggris saja : entrepreneur [artinya, pengusaha], businessman [artinya, pengusaha. Tapi takutnya dipelesetin jadi busy-man atau orang yang cuma sibuk kesana-kemari]. Setidaknya, walaupun orang nggak tahu pasti artinya, yang penting dapet feel-nya & ‘keren’nya. Bukankah bangsa kita lebih senang dan menghargai yang berbau kebarat-baratan? Sampai-sampai banyak budaya leluhur kita yang akhirnya di-patent-kan oleh Negara jiran kita, gara-gara nggak diurusi..

Atau adakah kata lain yang lebih pas buat mengganti kata ‘wiraswasta’? Tentunya yang enak didengar di telinga, dan feel-nya bisa mewakili aktivitasnya para pengusaha?

Friday, December 7, 2007

Good news in probation period

Dari 15 November 2007 hingga 7 Desember 2007 adalah probation period atau masa percobaan bagi usaha rental excavator kami. Pasalnya, di awal Desember 2007 cicilan leasing si Komatsu kan harus dibayar. Dan kami harus berjaga-jaga, kalau seandainya pembayaran dari klien kami tidak tepat waktu, berarti kan harus dibayar dulu dengan uang pribadi para owner-nya.

Ternyata everything is okay seperti ‘itung-itungan’ kami di atas kertas. Pembayarannya lancar. Alhamdulillah. Cicilan pertama leasing excavator kami yang harus dilunasi setiap tanggal 7 [awal bulan], terbayar tepat pada waktunya. Seperti estimasi di awal hendak take action, setelah dikurangi overhead cost sebulan, di kas perusahaan masih ada sejumlah dana netto yang jumlahnya cukup besar. Cash flow-nya positif dan bagus banget. Berarti progress report dari usaha baru ini sangat menggembirakan. Inilah good news di awal bulan Desember 2007 yang patut untuk kami syukuri, sekaligus menjadi ‘pupuk’ yang menyuburkan semangat kami untuk lebih focus menggarap usaha bersama ini.

Bagi kami, sekecil apapun progress yang dicapai dan sekecil apapun income yang kami terima, nikmat yang telah dilimpahkan Allah SWT di dalam usaha ini wajib untuk disyukuri. Bukankah perjalanan sejauh 1000 langkah selalu dimulai dari langkah yang pertama? Begitu pula dalam hal leasing si Komatsu, lancarnya cicilan 36 kali, kan selalu harus dimulai dari lancarnya cicilan pertama. Semoga. Amin.

Tuesday, December 4, 2007

Menyikapi anak-anak sebagai target market



Orang tua mana sich yang ‘gak sayang anak? Saya yakin sebagai orang tua yang sayang anak, pasti selalu berusaha untuk menyenangkan buah hatinya. Namun sadarkah kita, rasa sayang kita terhadap anak ini ternyata menjadi salah satu bahan pertimbangan utama bagi sebagian produsen yang memang sengaja menyasar anak-anak sebagai target market-nya.

Contoh paling gampang, yang terjadi dalam keseharian kita, begitu ada suara tet tot- tet tot tukang balon, anak pun langsung merengek untuk minta dibelikan. Tukang balon pergi, terdengar lagi, suara penjual es krim keliling dengan musiknya yang khas, anak-anak pun langsung merengek lagi. Tidak lama kemudian, muncul tukang odong-odong yang berkeliling sambil memperdengarkan lagu anak-anak.

Begitu seterusnya, dalam satu hari kalau dihitung bisa ada puluhan pedagang keliling di sekitar rumah kita yang target marketnya adalah anak-anak. Pesan atau ‘jualan’ mereka pun secara langsung dapat dengan mudahnya ditangkap oleh anak-anak. Dan langsung ada action, yaitu rengekan anak-anak untuk dibelikan. Sama halnya, tatkala kita berada di Mall, di terminal, di stasiun, di kereta, di bus, di halte, begitu banyak pedagang yang mebidik anak-anak sebagai target market. Pastinya Anda semua sering mendengar pedagang yang menjajakan dagangannya secara persuasif , “sayang anak… sayang anak…”

Dari TV yang ditonton pun ada ratusan pesan iklan dari produk yang diperuntukkan anak-anak memborbardir setiap harinya. Mulai dari snack, permen, susu, vitamin, suplemen, shampoo, minuman ringan, sepatu, sandal, pakaian, tempat hiburan, dsb. Dan hebatnya, pesan iklan yang sering mereka dengar ternyata bener-bener ‘nancep’ di kepala anak-anak.

Coba, ajak anak-anak ke Indomart terdekat, dan biarkan mereka ambil yang mereka mau, pastinya yang akan diambil adalah produk-produk yang iklannya telah tertanam secara tidak sadar di kepala mereka. Artinya, tugas iklan sebagai penyampai pesan ke target yang diinginkan si produsen betul-betul sampai, dan si target pun ingin membelinya tatkala melihat produknya ada di depan mata..

Namun seringkali, banyak iklan yang targetnya bukan anak-anak bias dan menyasar ke anak-anak. Ini yang harus kita waspadai bersama. Contoh paling gampang ya iklan hand-phone yang seringkali membuat anak-anak sebentar-sebentar minta untuk mengganti hand-phone -nya dengan.model keluaran terbaru. Kalau sudah begini sebagai orang tua, kita harus mampu memberikan pencerahan untuk mereka.

Dari paparan di atas, secara tidak kita sadari ternyata anak-anak usia 4 hingga 13 tahun, saat ini sudah mulai dianggap sebagai konsumen yang prospektif dan potensial. Dan ternyata yang namanya market dengan segmentasi khusus anak-anak itu ada dan besar sekali.

Memangnya anak-anak punya uang untuk membeli itu semua, kok dianggap sebagai target market yang ‘empuk’?

Jangan salah, yang namanya anak-anak itu ternyata mampu mempengaruhi orang tuanya [ibunya] untuk membeli yang mereka mau [ingat, sayang anak… sayang anak]. Selain itu, biasanya, anak-anak kalau menginginkan sesuatu akan membelanjakan seluruh uang yang dimilikinya, bahkan rela memecah ‘celengan’-nya.

Nah berbahagialah bagi mereka yang telah memiliki usaha dengan target market anak-anak. Berarti Anda telah berada di jalur yang potensial. Tinggal bagaimana belajar dari perilaku anak-anak tsb. agar mampu menciptakan terobosan-terobosan baru tatkala menjual produk Anda ke anak-anak yang menjadi target market.

Dan yang juga penting untuk diperhatikan, produk yang Anda jual harus mampu menyentuh emosi dan tataran psikologis si Ibu. Setidaknya ibu harus merasa bahwa produk yang ditawarkan tsb memang pantas dibeli. Karena, pada kenyataanya ibulah yang memutuskan produk tsb. layak dikonsumsi atau dipakai oleh anak-anaknya.

Selebihnya, produk yang Anda tawarkan harus dapat menjamin kesehatan, keselamatan, bikin anak-anak jadi lebih cakep, dapat membantu mereka tambah pintar, dapat menjadikan mereka happy. Karena hampir semua ibu selalu mendambakan anaknya tumbuh pintar, sukses, dan juga happy.

Ingat, tatkala seorang ibu membelikan pakaian yang bagus, makanan dan minuman yang sehat, mainan yang mendidik, bacaan yang menambah wawasan, dsb. ia akan merasa telah melakukan sesuatu yang sangat berharga bagi anak-anaknya sebagai curahan kasih sayangnya.

Adakah pendapat lain yang bisa kita sharing dan diskusikan bersama?

Saturday, December 1, 2007

Krismon berkepanjangan memunculkan VVIP customer?

Percaya nggak, situasi negeri kita tercinta yang belum juga bangkit dari krisis moneter-nya justru memunculkan VVIP [very very important persons] customers [ini istilah saya]. Yang saya maksud VVIP customers di sini adalah sekelompok konsumen yang bener-bener sangat istimewa baik taste-nya terhadap produk, lifestyle-nya, maupun daya belinya.

Kalau kita amati, fenomena ini sangat menarik, dan bagi yang dapat memanfaatkannya sebagai peluang jelas akan memberi keuntungan yang sangat menggiurkan. Lihat saja, saat ini begitu banyak produk-produk mewah bergengsi yang masuk ke Indonesia. Misal, mobil mewah merk apa saja banyak yang dibeli oleh kelompok VVIP customer ini. Sebut saja misalnya mobil Ferrari, Maserati, Jaguar yang limited edition yang banyak dikoleksi oleh orang-orang yang duitnya nggak ‘berseri’. Begitu juga dengan mobil perang Hummer [Humvey] yang dimodifikasi jadi kendaraan sipil eksklusif banyak berlalu-lalang di kemacetan ibu kota. Belum lagi sepeda motor gede [Harley Davidson, Honda, Ducati, Aprilia, dsb.].

Perumahan mewah dan apartemen [yang harganya milyaran] di manapun juga langsung habis terjual. Belum lagi property di California, di Eropa, di Singapura, dsb. yang juga banyak dibeli oleh pemilik duit ‘gede’ WNI ini. Ada juga hand-phone Vertu yang harganya ratusan juta. Begitu juga pakaian, aksesoris, perhiasan, dasi, jam tangan, parfum, dsb. Dan masih banyak lagi. Hebat ya mereka, kita menjadi sangat kecil sekali bila kita bandingkan apple to apple.

Waktu saya mengikuti training di Mark Plus –nya Hermawan Kertajaya, munculnya segmen yang very exclusive ini ditengarai karena mereka memang sangat mementingkan emotional benefit. Prestise dan citra eksklusif memang menjadi karakteristik penting bagi VVIP customers ini. Jadi eksklusifitas dan kelangkaan dari produk yang ditawarkan dilihat sebagai emotional benefit yang terpenting dalam membeli suatu produk. Semakin sedikit dan mahal brand yang ditawarkan semakin disukai dan dibeli. Dan biasanya mereka mempunyai komunitas tersendiri yang limited antarsesama mereka.

Nah, bagi produsen yang dapat memanfaatkan segmen VVIP customers ini dijamin bakal dapat ‘mengeruk’ margin yang tinggi. Dan selamat bagi Anda yang usahanya sudah mampu membidik ke target market yang seperti ini.

Mungkinkah kita menciptakan produk-produk yang berstandar internasional yang nantinya bisa go international? [Kayaknya sih, batik pekalongannya pak Abduh, busana muslimnya pak Roni, selimut pak Hadi Kuntoro, dan jamu Mahkota Dewa-nya bu Ning yang lagi pameran di Singapura bisa mengarah ke sini. Siapa lagi ya, yang lain?]

Jawabannya kembali kepada kita masing-masing. Kalau saya pribadi memang memimpikan kepingin punya brand yang dapat memenuhi emotional benefit para VVIP customers di atas. Bukankah tugas kita bermimpi sedahsyat yang kita bisa, dan berusaha & berkarya untuk mewujudkannya dengan berbagai cara, sekaligus ber LoA [law of attraction] dan berdoa.

Produknya apa? Saya sih mengalir saja karena yang namanya belajar menjadi pengusaha kan mengikuti proses dialektika tiada henti, siapa tahu di tengah ‘perjalanan’ nanti ada yang ‘nge-click’ dan dapat diarahkan untuk menjadi exclusive brand yang ternyata matching dengan emotional benefit kelompok VVIP customers di atas, ya, syukur Alhamdulillah! Kalau bermimpi saja nggak berani kan berarti nggak ada gunanya dong saya ikutan komunitas dahsyat TDA [tangan di atas]. Semoga. Amin.

Salam FUNtastic TDA!

Thursday, November 29, 2007

Belajar dari para 'underdog'


Kalau Anda hobi nonton bola, pasti masih terheran-heran dengan fenomena terakhir di jagad sepak bola Piala Euro kemarin, di mana tim Inggris yang bertaburan ‘bintang’ dipecundangi dan tersisih oleh tim underdog [tidak diunggulkan] Kroasia.

Surprise banget kan. Bayangkan tim yang dianggap remeh oleh tim super Inggris ternyata mampu membalikkan prediksi para pengamat dan pecinta bola seperti saya. Memang di dunia nyata, trend-nya banyak yang menjagokan tim-tim bernama besar.

Bukan hanya di jagad persepakbolaan dunia yang sering terjadi kasus seperti ini. Dalam dunia usaha pun seringkali bisa dijumpai kejadian yang serupa. Banyak produk-produk yang tadinya bukan market leader dan 'bukan siapa-siapa' muncul menjadi penantang dan malahan akhirnya mampu mengalahkan produk-produk yang telah mapan.

Lihat saja, di tengah-tengah keperkasaan jajaran mie instant produksi raksasa Indofood, muncul pendatang baru Mie Sedap & Mie Selera Rakyat yang gebrakannya sempat memanaskan persaingan pasar mie instant sekaligus bikin repot Indomie Cs yang selama ini jadi brand leader.

Begitulah, seperti yang kita semua tahu, produk-produk baru tersebut ternyata akhirnya dapat membuktikan dan menembus dominasi para penguasa pasar sebelumnya. Dengan kesadaran penuh bahwa mereka hanya underdog, tanpa rasa minder sedikitpun, mereka berpikir cerdik dan berani mengambil langkah-langkah berbeda yang keluar dari pakem bisnis tsb. dengan strategi yang cukup cerdas agar mampu bersaing. Mereka tidak mau diatur oleh para pendahulunya yang telah menjadi market leader tetapi mereka membuat aturan sendiri yang mereka inginkan.

Belajar dari kasus di atas, di bidang usaha rental excavator, kami memang tergolong sebagai pemula yang masih 'hijau'. Modal kami pun juga belum ada apa-apanya dibanding dengan para pemain lama yang sudah memiliki alat berat tsb. hingga puluhan unit.

Tapi kami sadar sepenuhnya bahwa dengan belajar, belajar, dan belajar dengan cepat dan cerdas kami mencoba mencari terobosan-terobosan baru untuk melayani lebih baik. Seminggu 2 kali, salah satu dari kami [para owner] selalu turun ke lokasi tempat excavator bekerja. Langsung mengevaluasinya.

Kami yakinkan pula bahwa kami selalu siap di lapangan kapanpun dibutuhkan. Sambil kami secara terus menerus mencari terobosan baru berdasarkan masukan-masukan dari lapangan. Kami pompa selalu semangat para karyawan kami yang ada di lapangan, agar selalu siap tempur. Dan berusaha memperbaiki hal-hal yang kami anggap masih kurang oke. Mudah-mudahan dengan langkah-langkah kecil seperti ini, nantinya kami bisa tumbuh dan berkembang menjadi lebih besar, dengan pelanggan yang lebih banyak. Harapannya, kalau kepuasan pelanggan ini tersebar ke pelanggan lain, pastinya peluang-peluang baru akan datang menghampiri. Amin.

So, bagi Anda semua yang punya usaha, yang mungkin masih digolongkan sebagai underdog dan ‘bukan siapa-sipa’, bersyukurlah. Karena seringkali tim yang tidak diunggulkan asal mau kerja keras dan kerja cerdas selalu muncul menjadi pemenang. Karena saat maju ke ‘medan tempur’merasa tanpa beban apa pun. Dan jangan pernah merasa minder ataupun kecil hati. Segeralah berusaha semaksimal mungkin untuk menciptakan ‘aturan’ sendiri dan terobosan baru. Karena bila tidak keluar dari pakem yang sudah ada, akan selamanya didikte oleh aturan-aturan yang telah dibuat oleh para pemain besar yang telah sangat mapan dan menguasai pasar. Jangan mau jadi pecundang! Inilah kata kuncinya.

Sharing kali ini bukannya saya mau ‘mengajari’ lho, tapi benar-benar merupakan ungkapan perasaan saya agar tim kami di usaha yang baru ‘seumur jagung’ [baru juga 3 minggu] dapat lebih bersemangat. Semoga bermanfaat pula untuk Anda.

Tuesday, November 27, 2007

3000 kali lebih dikunjungi, 'nge-blog' pun lebih berarti



Tak terasa, saat memposting tulisan terakhir 25 November 2007 yang lalu, saya dibuat surprise tatkala melihat counter pengunjung yang tembus ke angka 10,000 lebih. Ini berarti sudah 3000 kali lebih blog ini dikunjungi oleh Anda semua. Karena saat pertama pasang counter, yaitu setelah beberapa bulan blog ini di-launching [telat banget, soalnya gagap teknologi sich], angka yang saya pasang adalah 7,000. Kalau saat ini ternyata sudah 3,000 kali lebih dikunjungi bener-bener surprise buat saya pribadi.

Namun sejujurnya, blog ini bisa dikenal oleh teman-teman semua berkat jasa baik pak Roni Yuzirman, yang pada saat pertama kali blog ini jadi langsung di-link ke blognya beliau. Kan pada waktu itu diwajibkan oleh ‘sang jendral’ kepada all members TDA untuk aktif ‘ngeblog’ sebagai ajang sharing sekaligus beramal ilmu [kalau ada] dan bersama menebar rahmat. Setidaknya bisa menularkan virus kebaikan bagi para pembacanya, melalui cerita-cerita yang di-sharing.

Kemudian, saat Web TDA jadi, pak Iim Rusyamsi juga me-link salah satu tulisan saya di blog ini ke Web TDA [baca postingan di blog ini,12 Juli 2007, Sebuah ‘era baru’ sudah bergulir di ‘jagad’ TDA] . Hasilnya, saat itu memang angka di counter menjadi signifikan tambahnya. Belum lagi beberapa temen TDA lain yang juga me-link blog ini ke blognya. Dan terakhir, yang juga tak kalah berjasanya adalah Blog-roll karya pak Ipul Anwar. Melalui blog-roll tsb memang memberi kemudahan para pengunjung blog yang satu untuk pindah ke blog yang lain. Jadi sudah sepantasnya pada kesempatan ini, saya mengucapkan terima kasih ke semua temen-temen TDA-ers dan para pengunjung blog ini semuanya.

Kalau dari pertengahan Juli 2007 [pasang counter] hingga 26 November 2007, blog ini dikunjungi 3,000 kali lebih, berarti setiap harinya rata-rata dikunjungi 20 kali. Mungkin bagi pak Roni Yuzirman dan para TDA-ers lain yang sudah ngeblog lama, angka ini terhitung kecil, tapi bagi saya pribadi yang baru 7 bulan ngeblog, angka ini justru entry point yang baik.

Dampak dari 3,000 kali dikunjungi ini jelas besar sekali. Tadinya saya nggak begitu PeDe untuk sharing pengalaman. Tapi saya poive thinsitking aja. Mau ada yang baca atau nggak yang penting saya nulis dan nulis sebagai pelepasan ‘curhat’. Makanya blog ini seringnya menjadi tempat ‘mojok’ saya sebagai ‘curhat corner’. Pernah juga penyakit malas saya kambuh, yang berdampak sepinya postingan saya di blog ini. Tapi setelah saya berhasil mengalahkan kemalasan saya, dan mulai aktif sharing lagi, lama kelamaan kok, oke juga ya.

Apalagi ketika apa yang saya sharing tsb. ada feed back dari temen-temen berupa komentar-komentar yang hampir semuanya berisi support dan energi positif. Terima kasih banyak ya. Setidaknya saya menjadi lebih semangat lagi untuk berbagi cerita dan pengalaman seputar pergulatan saya dalam belajar menjadi pengusaha. So, yang namanya ngeblog kini menjadi prioritas pertama saat mulai berada di depan computer di samping kegiatan rutin membaca email. Jadi kalau blog ini tetap exist dan saya punya waktu untuk meng-up date- nya, bisa jadi ini semua berkat energi positif yang ditebar oleh temen-temen semua. Sekali lagi terima kasih banyak untuk semua.

Melalui tulisan ini saya ingatkan kembali pentingnya kita semua untuk aktif ngeblog. Tulislah apapun juga yang ingin ditulis ke dalam blog [tentunya yang positif lho]. Karena, sekecil apapun se-simple apapaun yang Anda sharing pasti ada manfaatnya, minimal bisa membangkitkan semangat juang temen-temen pembaca blog. It’s right?

Lebih dari itu, blog ternyata dapat menjadi sebuah gerakan untuk menuju kepada perubahan yang lebih baik [yang ini bukan politik lho]. Bukankah komunitas TDA sendiri juga berasal dari blognya pak Roni Yuzirman? Faktanya, kini sudah ada 1000 lebih anggotanya. Kalau 40% nya aktif ngeblog, sudah ada 400 lebih TDA-ers yang berbagi pengalaman menebar energi positif TDA. Hasilnya, pasti akan menular ke jumlah angka yang lebih besar lagi, dan akan lebih banyak lagi energi positif yang ditebar.

Dan saya yakin yang namanya sebuah gerakan kalau dimotori oleh para kelas menengah yang terpelajar [emangnya kita kelas menengah ya?] dampak ke depannya pasti akan dahsyat & luar biasa. Jadi kalau cita-cita bersama TDA adalah mengajak sebanyak-banyaknya orang untuk berani menjadi pengusaha, dan di tahun 2020 negara kita bebas dari kemiskinan, saya optimis akan dapat terwujud.

Alangkah lebih dahsyat lagi kalau semua anggotanya melalui blog masing-masing dapat meng-copy paste langkah-langkah para founder TDA untuk menularkan ‘nilai-nilai luhur’, menebar rahmat, berbagi ilmu, berbagi peluang, berbagi… dan berbagi… demi bangkitnya TDA-ers yang lebih banyak lagi [memasyarakatkan TDA dan men-TDA-kan masyarakat].Bayangkan energi positif dari 1000 lebih TDA-ers kalau ditebar akan bergulir dan menularkan virus kemajuan untuk menjawab cita-cita bersama.

Hidup TDA!

Tetap semangat & bersama kita menebar rahmat.

Sunday, November 25, 2007

Energi positif dari kata-kata bijak

Di awal-awal dulu tatkala kepingin memulai punya usaha sendiri, saya sangat rajin mengumpulkan kata-kata bijak dari para tokoh yang telah sukses di bidangnya. Untuk apa sih? Bagi saya pribadi kata-kata bijak tsb. sangat inspiratif sekali. Seringkali memberi ‘pupuk’ yang membesarkan semangat. Karena dari kata-kata bijak tsb. tersirat betapa hebatnya perjuangan tokoh yang bersangkutan tatkala jatuh bangun untuk mewujudkan ‘impiannya’.

Kata-kata bijak, atau saya lebih senang mengkategorikannya ke golongan the powerful words, yang saya sukai, karena maknanya sangat mendalam dan mampu memberi energi positif, saya kumpulkan lalu saya bingkai dan gantung di dinding. Jadi setiap kali terlihat oleh mata akan langsung terbaca, dan saat itu mengalirlah semangat ke darah saya. Inilah beberapa kata-kata bijak yang selalu memberikan energi positif ke dalam diri saya hingga saat ini.

‘Sukses tidak datang kepadamu, kamu sendirilah yang harus mendatanginya’ [by Wally Amos, pendiri Famous Amos]
Dari the powerful words ini at least saya sadar banget bahwa kalau mau berhasil di bidang apapun yang kita mau ya harus berusaha dan kerja cerdas. So, kalau semangat mulai kendor, otomatis diingatkan selalu bahwa apapun ‘impian’ yang hendak kita raih haruslah diusahakan terus menerus dengan effort yang maksimal pula.

‘Belajarlah dari kesalahan, tetapi jangan berbuat kesalahan yang sama dua kali’ [by Akio Morita, pendiri Sony Corporation]
Yang ini juga selalu jadi penghibur tatkala usaha toko seluler saya harus ‘bubar’. Karena dari kegagalan tsb. saya mampu melihatnya sebagai pelajaran berharga yang jangan sampai terulang kembali. Ibarat belajar naik sepeda terjatuh, ya jangan sampai terjatuh lagi. Saya pun berhasil menganggap sebuah kegagalan sebagai sebuah proses belajar agar nantinya lebih berhati-hati.

’Kegagalan terbesar adalah apabila kita tidak pernah mencoba’ [by Robyn Allan, CEO British Columbia]
The powerless words ini, yang sangat berjasa bagi diri saya pribadi tatkala pertama kali mulai take action. [baca postingan saya di blog ini di bulan Mei 2007 dengan judul ‘Tonggak perjalanan bisnisku, sebuah catatan yang tercecer’]. Pertama kali saya kepingin punya usaha sendiri banyak lho yang meragukannya. Dan sempat bikin grogi perasaan saya [jadi maju mundur gitu…]. Tapi berkat kata-kata bijak yang ini, kok akhirnya saya punya ‘keteguhan hati’ untuk berani mencoba punya usaha sendiri.

’Rumuskanlah dengan jelas apa yang engkau cita-citakan, lalu melangkahlah ke sana’ [by Norman Vincent Peale, Writer]
Dari rangkaian kata di atas, saya belajar banyak tentang pentingnya punya ‘impian’, bagaimana kita memikirkan strategi untuk mewujudkannya, memperhitungkan segala kemungkinannya, lalu take action.

Sebenarnya masih banyak kata-kata bijak yang bersumber dari para tokoh kelas dunia yang berguna banget sebagai the powerful words, sebagai energi positif dan sebagai suntikan semangat bagi diri kita. Tapi dari sekian banyak tersebut saya mencoba menyederhanakannya. Bahwa yang paling penting itu justru berasal dari dalam diri kita, dan sebenarnya sudah ada di dalam diri kita, tinggal bagaimana caranya untuk membangkitkannya. Rangkaian katanya sebagai berikut :

”Keteguhan hati adalah sumber kekuatan pribadi ‘tuk mewujudkan ‘mimpi’!”
Logikanya, kita semua sudah dibekali oleh Allah SWT kemampuan yang tak terhingga, tinggal bagaimana caranya kita menggali kekuatan tsb. Tanpa keteguhan hati atau tekad yang kuat segala effort kita juga tak akan pernah mencapai hasil yang maksimal. Bayangkan saja, tanpa tekad yang kuat atau keteguhan hati ini, ‘mimpi’ sebesar apapun, ide bisnis sebagus apapun, peluang usaha yang ada di depan mata pun tak akan pernah dapat terwujud. Karena yang namanya memulai usaha selalu akan terbentur oleh hambatan-hambatan yang harus dihadapi dengan tekad kuat & keteguhan hati untuk mencari jalan keluarnya.

Perlu saya tegaskan lagi bahwa hanya keteguhan hati atau tekad yang kuatlah yang mampu membawa kita menuju sukses di dunia bisnis. Bukan bakat, karena ada banyak orang berbakat yang mengalami kegagalan. Bukan kekayaan, banyak yang terlahir dengan kekayaan melimpah tetapi meninggal dalam kemiskinan. Bukan kepandaian, berapa banyak orang yang pandai di bangku sekolah tetapi gagal saat mencoba menjadi pengusaha. Bukan pula keberuntungan, karena yang namanya keberhasilan di dunia usaha selalu harus melalui kerja keras dan kerja cerdas. Buktikan.

Semoga sharing yang bersumber dari pengalaman pribadi ini dapat bermanfaat bagi Anda semua.

Tetap semangat untuk bersama menebar rahmat!

Endro Wahyu M
TNM-E20 [mastermind JakTim]
endrowm@yahoo.com

"keteguhan hati adalah sumber kekuatan pribadi 'tuk mewujudkan mimpi"

Friday, November 23, 2007

The powerless words, si pembunuh berdarah dingin

Wuah judulnya serem ya, tapi tulisan ini bukan mau ngomongin berita criminal di TV lho.Yang saya maksud powerless words [ini istilah saya lho] di sini adalah bahasa atau ucapan yang keluar dari diri kita yang ‘nadanya’ penuh dengan ketidakberdayaan, ketidakmampuan, pasrah, pesimis yang ujung-ujungnya akan melemahkan daya juang & semangat kita. Sementara dengan powerful words adalah bahasa atau ucapan kita, yang nadanya penuh dengan keberdayaan, kemampuan, optimistis, dsb. yang pastinya akan membuat diri kita menjadi berani, PeDe, dan penuh semangat untuk berubah maju.

Bukannya mau ngajakin diskusi bahasa lho, tapi hal ini berkaitan erat dengan sikap maupun kebiasaan kita yang secara nggak sengaja dan tidak kita sadari seringkali mengucapkan the powerless words ini.

Saat kami ngumpul-ngumpul keluarga yang akhirnya membahas peluang bisnis rental excavator, ada salah satu kakak ipar yang nyeletuk kaget ketika kami harus punya duit Rp 1 M lebih kalau mau take action peluang tsb., “1 Milyar? Duit gambar cakil?” Cakil adalah tokoh ‘hitam’ di jagad pewayangan. [catatan: kakak ipar ini akhirnya mundur dari konsorsium]. Nah, kata-kata yang penuh energi ketidakberdayaan seperti inilah yang sempat membuat kami agak grogi juga. Coba bayangkan, ide bisnis sebagus apapun bisa jadi langsung terbunuh seketika saat itu juga. Peluang sebagus apapun juga akhirnya nggak bakalan ketangkap.

Atau dengan makna yang sama kita nggak sadar juga sering nyeletuk, “duit nenek lu”, “emang duitnya tinggal nyaruk”, “ntar kalau modal ane nggak balik gimana?”, “kalau jumlahnya segitu, kayaknya nggak mampu deh”, dsb. Kalau mau dikumpulin banyak kok the powerless words yang nggak sadar ternyata sering kita ucapkan. Coba deh bikin daftarnya, saya yakin pasti bisa puluhan kata-kata. Di antara kita [yang baru hendak take action khususnya] pasti sering ketemu dengan the powerless words ini. Apalagi kalau memperhitungkan rencana bisnisnya secara lebih detil, pasti akan lebih banyak lagi keluar perbendaharaan the powerless words kita.

Tapi untungnya [orang jawa apapun kejadiannya selalu bilang untung, gak apa-apa kalau ini masih positif kok] kami akhirnya berhasil merubahnya ke the powerful words, “1 Milyar, oke kita cari yuk? Harus bisa! Caranya? Ya, usaha! Kalau perlu ngutang. Faktanya, banyak kok pengusaha sukses yang memulai usahanya dari berhutang. Asal ngutangnya buat usaha yang profitable nggak masalah kok”. Bayangkan kalau waktu itu kami empat bersaudara terpengaruh dengan energi negative dari the powerless words tadi, terbunuhlah sudah ide bisnisnya. Ujung-ujungnya sudah pasti urung punya usaha bersama di bidang rental excavator, seperti yang telah saya sharing sebelumnya.

Ingat, tidak ada hambatan yang berasal dari mental block diri kita yang tidak bisa kita carikan jalan keluarnya [semua pasti ada solusinya]. Hanya kita yang bisa mengatasi masalah kita, bukan orang lain. Kalau toh solusinya melibatkan pihak lain, itu hanyalah sarana. Justru proses untuk mencari jalan keluar inilah yang menarik dan menjadi pengalaman unik bagi diri pribadi kita. Dan setiap orang bisa berbeda pengalamannya. Apalagi kalau akhirnya berhasil mengatasi ketidakmampuan kita dan jadi PEMENANG, gimana gitu rasanya… cuma kita dan emosi kita yang mampu merasakannya. Biasanya, kalau pas ngomongin modal usaha, masalah-masalah seperti ini bakalan sering muncul. Tapi sejauh kita punya tekad kuat untuk mencari jalan keluarnya, pasti BISA!

Kalau saya pribadi selalu berusaha untuk membiarkan ide-ide apa aja termasuk ide bisnis dari yang paling simple sampai yang giant [mimpinya sih punya bisnis yang mendunia] untuk berkembang dan tumbuh seliar-liarnya dulu. Jangan dibunuh dulu idenya, inilah kata kuncinya. Atau jangan juga ide bisnis itu lahir, tapi dibiarkan premature. Tapi coba kita pelajari dan analisa dengan seksama segala kemungkinannya termasuk prospek ke depannya. Kalau memang belum bisa dijalankan saat ini, ya tunggu sambil terus berdoa, sabar, pasrah & ikhlas. Saya percaya sepenuhnya, doa kita pasti dikabulkan oleh Allah SWT. Begitu click…doa kita mendapat jawaban dari Allah SWT, go head! Larilah kita sekencang yang kita bisa.

Maaf, kalau sharingnya jadi panjang x lebar. Bagi saya pribadi masalah “the powerless words” yang harus dirubah menjadi “the powerful words” begitu besar manfaatnya. Tentunya, dengan harapan dapat bermanfaat pula untuk Anda semua.

Ganti the powerless words Anda [bila ada] dengan the powerful words sekarang juga!

Salam FUNtastic TDA!

Endro Wahyu
TNM-E20 [mastermind JakTim]

Tuesday, November 20, 2007

Dari 6 P menuju 1 P


Judulnya yang pakai singkatan huruf P memang terinspirasi dari tulisan pak Iim Rusyamsi [nggak papa ya pak…]. Tulisan ini sebenarnya terkait erat dengan 2 tulisan sebelumnya yaitu, “Nggak nyangka berani ngutang Rp 1M” dan “Si Komatsu berangkat ke lokasi”. Kali ini saya hanya ingin mengkilasbalik proses dan tahapan kerjasama kami yang akhirnya membuahkan sebuah usaha Rental Excavator. Dan yang penting, bisnis rental excavator ini bukanlah kami peroleh dengan secara ‘kebetulan’ [kayaknya nggak ada deh sesuatu kejadian itu terjadi begitu saja secara kebetulan], tapi memang hasil kerja keras kami menyatukan energi positif dan ber LOA bareng agar usaha bersama ini dapat terwujud. Dan ternyata Allah SWT menjawab doa kami dan memang menghadiahi kami dengan berkah yang luar biasa ini. Amin.

P1 = Penyamaan Visi
Seperti yang pernah saya ceritakan sebelumnya, keinginan kuat untuk bikin usaha bersama keluarga memang berasal dari saya. Lalu saat ketemu di suasana Lebaran 15 Oktober 2007 lalu di Yogya, saya lontarkan semua keinginan itu. Setelah duduk bersama untuk menyamakan visi, akhirnya memang muncul kesepakatan untuk bisnis bersama dengan komitmen sepenuhnya. Setelah visi besar kita satu gelombang [tune in], pembicaraan pun menjadi lebih mudah [mungkin juga karena kami saudara sekandung kali ya?] .

P2 = Peluang
Obrolan kita pun berlanjut ke pencarian peluang-peluang yang memungkinkan untuk digarap [brainstorming gitu]. Mulai dari usaha penggemukan sapi, ternak bebek, jati mas, pabrik pupuk kompos, dll. hingga akhirnya kakak saya melontarkan tentang peluang di bidang rental excavator. Dan ternyata setelah kita diskusikan lebih mendalam, peluang ini yang nampak paling menarik dan prospeknya begitu menjanjikan. Akhirnya, semua energi kami fokuskan ke peluang ini. Mulailah via telepon kita pastikan bagaimana komitmen dari mereka yang hendak menggunakan jasa excavator ini [Gile kali ye, Lebaran malah nyari peluang bisnis]. Deal. Sebelum 15 November 2007 Excavator harus sudah ada di lokasi, atau peluang ini diambil pihak lain. Kami pun dengan yakinnya menjawab tantangan tsb. Logikanya, kalau kepepet deadline, mau nggak mau kan kami kompak dan menyatukan energi positif untuk dapat mewujudkan peluang bisnis yang satu ini.

P3 = Pembelajaran
Awalnya, kami belum kebayang sama sekali seluk-beluk bisnis di bidang ini. Semua dari kami pengalamannya nol. Cuma saya yang berpengalaman di bidang rental kendaraan. Tapi yang ini kan excavator, beda banget. Tapi dengan semangat untuk menjemput rejeki yang lebih baik, akhirnya kami dapat nomor telepon beberapa orang yang telah bergelut di bidang usaha ini. Kakak saya yang kontraktoran dan Adik saya yang mantan banker juga mulai kontak semua kolega dan pertemenan-nya untuk mencari tahu segala sesuatu data tentang biz excavator ini. Mulai dari beli barangnya di mana, harganya, merek apa yang bandel di lapangan, perusahaan leasing mana aja yang biasanya mau membiayai, persyaratan apa saja yang harus ada, sampai operator & orang lapangan yang nantinya mau kerja di lapangan dan punya pengalaman. Dari data-data yang masuk mulailah kita rangkai dan pilah-pilah mana yang berguna untuk dibicarakan lagi nantinya. Sore itu pertemuan kami selesai dengan berbagai pengetahuan baru yang berseliweran di kepala tentang excavator ini.

P4 = Perhitungan
Malamnya, kami ketemu dengan orang-orang lapangan yang punya pengalaman dengan biz rental excavator ini. Mulailah kami memperhitungkan berapa selayaknya harga rental excavator tsb. Berapa modal perusahaan yang harus tersedia untuk running di awal, berapa pendapatan minimal yang harus diperoleh untuk mencapai BEP [break event point]. Dari perkiraan harga excavator, kami coba hitung berapa cicilan yang mampu kami bayar dari hasil sewa yang masuk, berapa tahun kami harus membayar cicilannya. Berapa jam kerja excavator dalam 1 hari agar dapat menutupi semua overhead cost yang ada. Kemungkinan terburuk cicilan tsb. kalau tidak terbayar ya harus kita tanggung bersama. Akhirnya, dengan tawaran yang ada, setelah kami perhitungkan dengan cermat, hasilnya setidaknya sudah bisa untuk menutup biaya leasingnya, gaji karyawan, dan masih ada sisa [tapi semua masih perkiraan]. Berarti, usaha ini sangat potensial. Tanpa pikir panjang, peluang ini pun sepakat untuk kami garap. Namanya peluang kalau kebanyakan dihitung-hitung ntar malah nggak jadi take action. Kami putuskan untuk maju terus dan take action!

P5 = Permodalan
Di bagian ini yang paling berat dan alot kami bahas. Memang untuk excavator, kami telah sepakat untuk leasing. Tapi, untuk DP dan modal perusahaan agar bisa running sebelum ada pemasukan kan juga harus disediakan. Kami pun sepakat untuk ‘bagito’ atau bagi rata kebutuhan modal awal ini. Masing-masing dari kami sebetulnya posisi keuangan masing-masing juga sedang kosong. Di tahap ini kakak ipar saya mundur teratur. Kalau tadinya kami berlima, sekarang tinggal berempat [saya, adik dan 2 kakak]. Namun semangat dan tekad kami berempat ternyata memang tak tergoyahkan, akhirnya konsorsium pun tetap dilaksanakan. Sebelum tanggal 4 November 2007, kami sudah harus setor modal yang jumlahnya sama besar..

Catatan:
Sejujurnya, saya sedang tidak punya dana cash yang cukup untuk setoran modal ini. Yang ada hanya tinggal untuk kebutuhan hidup sebulan setelah mudik Lebaran [yang juga menghabiskan tabungan]. Sebenarnya ada tabungan istri dan invesatsi Reksadana saham saya, tapi saya bertekad untuk tidak menggunakannya. Jangan menyerah! Mulailah saya memikirkan darimana harus dapat modal yang cukup besar tsb. Cling, tiba-tiba saya ingat pernah dapat tawaran pinjaman dari salah satu Bank penerbit Credit Card. Waktu masih sering dinas ke Manca Negara, kartu Platinum saya memang aktif banget jadi seringkali sama penerbit kartu krredit tsb. dipaksa-paksa buat minjem duit, tapi saya nggak pernah mau. Kali ini mudah-mudahan tawarannya masih berlaku . Lalu besoknya, saya telepon, akhirnya deal dapat pinjaman 68jt dengan bunga hanya 10 % per tahun, dicicil selama 3 tahun [toh, dari hasil bulanan excavator yang menjadi hak saya nanti masih bisa untuk menutupi cicilannya]. Janjinya, proses kurang lebih 1 minggu dan akan ditransfer ke rekening saya. Hebat ya Bank ini, minjemin duit segitu kok nggak pake agunan dan nggak banyak nanya. Saya cuma diminta ngefax, bukti PPH 21 tahunan saya yang dari kantor. Jadi bener-bener metode BODOL nya pak Purdie Chandra yang saya terapkan untuk biz yang satu ini. Jadi modal saya bener-bener Rp 0,-. Salah satu kakak saya malah lebih gila lagi, sertifikat rumahnya disekolahin. Karena kami yakin usaha yang satu ini prospek ke depannya bagus. Return-nya di atas kertas sudah kelihatan oke. Kan sayang kalau nggak dijalani. [Tapi saran saya, kalau peluang bisnisnya masih belum pasti return-nya jangan sekali-sekali ikuti langkah yang model begini].

P 6 = Pelaksanaan
Kerja cepat dan kilat pun harus segera dilakukan. Tanggal 17 Oktober 2007 s.d. 21 Oktober 2007, mulailah semua persyaratan kami coba untuk lengkapi, mulai dari SIUP, NPWP, Rekening Koran, Surat Kontrak kerja sama, Perintah Kerja dsb. Memory of Understanding kerjasama kita pun juga telah siap untuk ditandatangani. Tanggal 22 Oktober 2007, begitu kantor mulai buka after cuti Lebaran, kami mulai survey excavator di Surabaya. Kenapa Surabaya? Karena adik dan kakak saya [yang keduanya mantan banker] punya banyak jaringan di Surabaya. Tanggal 23 Oktober 2007, akhirnya kami putuskan unit mana yang mau dibeli. Lalu penawaran harganya kami lampirkan untuk pengajuan kredit ke perusahaan leasing [yang sudah biasa mendanai bisnis sejenis]. 24 Oktober 2007, kami mengajukan permohonan kredit.

Untuk sementara, bolanya sudah tidak berada di tangan kami. Mulailah kami berdoa & ber LOA bareng-bareng, sambil harap-harap cemas menunggu jawaban dan kepastian. Perjuangan kami yang bagaikan ‘tentara komando’, sayang kan kalau tinggal selangkah lagi harus menyerah. Ternyata, 30 Oktober 2007, kami dapat fax dari Leasing Company, bahwa permohonan kredit kami disetujui. Alhamdulillah. Bersama-sama kami nggak habis-habisnya mengucap syukur ke hadirat Allah SWT. Jadi bener-bener rangkaian kata “take double action [tda] - miracle happen”, yang sering kita dengungkan di awal-awal keberadaan komunitas TDA ini, berlaku buat kami. Sambil menunggu proses administrasi dari Leasing Company & Supplier excavatornya yang kurang lebih 1 minggu, kami menyiapkan tenaga kerja yang bakal in charge di bisnis ini. Khusus operator excavator yang tiga orang dan mekanik 1 orang diberikan pelatihan singkat dari perusahaan tempat kami membeli alat berat tsb.

P [terakhir] = Pemenang
Betul. Akhirnya kami memang keluar menjadi PEMENANG! Kami menang melawan ketidakmampuan kami sendiri. From nothing, we got everything new in business rental excavator. 10 November 2007, tepatnya di Hari Pahlawan yang sejarahnya juga terjadi di Surabaya, excavator kami diberangkatkan dari Surabaya ke lokasi kerjanya untuk mulai menjemput rejeki. Kami pun berhasil membuktikan bahwa janji kami untuk menyediakan 1 unit excavator lengkap dengan man hour-nya di lokasi sebelum 15 November 2007 dapat terlaksana dengan baik. Kami ternyata BISA!

Sengaja proses ini yang kami sharing, karena bagi kami proses menjadi lebih penting untuk pembelajaran bersama ketimbang hasil [hasil juga penting sich… kan buat passive income]. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi Anda semua.

Friday, November 16, 2007

Action Plan 2008?

Seperti lazimnya di perusahaan lain, tempat saya bekerja saat ini juga sedang disibukkan dengan perencanaan budget untuk tahun depan [program kerja 2008]. Meskipun setiap tahun selalu berulang, tapi repotnya tetap saja menyita waktu & tenaga. Saat sibuk dengan pekerjaan ini, saya jadi tersentak dengan munculnya pertanyaan yang sedikit mengganggu menyangkut kebiasaan kita sebagai karyawan atau TDB. Kenapa kalau kerja nyusun plan untuk tempat kita kerja, begitu all out atau ‘habis-habis’an planning-nya dan saat melaksanakan program kerjanya pun semua yang terlibat ‘mati-mati’an untuk merealisasikan target yang telah dicanangkan.

Sementara kalau untuk merencanakan masa depan hidup kita sendiri kok nggak kita bikin juga sedemikian rupa treatment-nya, ya. Coba kita kembalikan kepada diri kita masing-masing, sudahkah kita membuat perencanaan tahunan untuk kehidupan kita masing-masing? Bersyukurlah Anda yang sudah melakukannya. Bagi yang belum, sekarang juga mulailah membuatnya. Logikanya, kalau untuk kantor tempat kita kerja saja kita bisa buat perencanaan yang ‘dahsyat’ dan berusaha untuk mewujudkan targetnya, seharusnya untuk diri kita pribadi ya harus lebih dahsyat dan ruaarr biasa!

Ibaratnya, bila kita hendak pergi ke Blok M [tujuan kita], pasti kan harus dipastikan dulu mau berapa lama kita nyampe di tujuan. Dari situ kita bisa pilih mau naik apa menuju ke tujuan [ada bajaj, motor, bus, atau taxi]. Lalu, mau lewat jalan mana kita menuju ke Blok M, karena banyak cara dan jalan untuk menuju ke tujuan tsb. Mau dengan siapa kita pergi ke tujuan tsb. Berapa ongkos yang harus kita sediakan? Sampai tujuan mau berapa lama kita berada di sana? Begitulah seterusnya. Bahwa untuk sebuah kegiatan kecil saja kita harus menyusun rencana yang terbaik buat kita jalani. Apalagi untuk sebuah proyek besar yang bernama ‘masa depan hidup kita’, tentunya harus ada perencanaan terbaik yang bisa kita lakukan [the best we can do, lah…].

Bila telah menyusun perencanaan atau Action Plan untuk diri sendiri, sudah seharusnya bertindaklah sesuai rencana, sambil memonitor prosesnya sekaligus terus belajar dari proses tsb. Lihat saja, berapa banyak dari kita yang sudah menyusun rencana yang masuk akal, tetapi di tengah jalan muncul keraguan atau malah keengganan untuk melaksanakan rencana tsb. Kan akhirnya nggak pernah mencapai hasil yang diinginkannya. Contoh nyata, ya diri saya pribadi ini

Di awal tahun 2007, selain rencana tujuan hidup 5 tahun & 10 tahun ke depan, saya memang telah membuat juga rencana atau action plan untuk kehidupan th 2007, namun kenyataannya selepas bulan Juni 2007, action plan itu entah berada di mana. Nah lu. Tapi begitulah adanya. Saat saya cari di computer dan saya print lagi, ternyata Action Plan yang berhasil saya jalankan hanya sekitar 30%nya saja. Rendah banget pencapaiannya dari target yang saya buat sendiri. Kalau plan setahun aja nggak bisa dijalankan, terus gimana rencana jangka panjangnya? Kalau ini terjadi di perusahaan, saya pasti sudah dilengserkan.

Aneh ya, untuk diri saya sendiri dan untuk masa depan kehidupan keluarga, kok begitu tidak disiplinnya ya saya? Malas? Lagi-lagi nyalahin malas! Berarti masalahnya memang ada dalam diri saya pribadi. Ternyata saya belum berhasil mengalahkan diri saya sendiri. Kayaknya inilah PR saya terberat saat ini. Seperti yang disabdakan oleh Nabi Muhammad SAW, “Perang terbesar adalah melawan diri kita sendiri”. Petuah dari Rosulullah ini benar adanya. Semoga saya dapat memenangkan perang terhadap diri saya sendiri. Amin.

Inilah pelajaran yang saya petik, dan saya jadikan bahan renungan saat ini. Soalnya percuma saja bikin perencanaan untuk tahun 2008, kalau akhirnya juga nggak dilaksanakan juga.

Terus gimana ya supaya bisa disiplin melaksanakan action plan kita sendiri? Inilah pertanyaan yang menggelitik. Kalau di kantor kan ada reward & punishment. Kalau sukses mencapai atau melebihi target dapet bonus, kalau gagal ya dilengserkan. Makanya semua karyawan/TDB selalu ‘mati-matian’ untuk keluar jadi pemenang.
Namun untuk diri pribadi kan nggak mungkin bisa disamain apple to apple. Tapi daripada nggak berbuat sesuatu untuk diri sendiri, sembari mencanangkan perang untuk mengalahkan diri sendiri, ya tetap saja saya coba untuk menyusun Action Plan 2008, dan tetap saya kaitkan dengan rencana besar dan jangka panjang 5 tahun & 10 tahun ke depan. Setidaknya,nanti di akhir tahun 2008, bisa saya jadikan tolok ukur apakah disiplin & kemalasan saya lebih parah dibanding yang tahun 2007. Semoga hari esok selalu lebih baik. Amin.

Tuesday, November 13, 2007

Si Komatsu berangkat ke lokasi



Alhamdulillah, tanggal 10 November 2007 yang lalu [tepat hari pahlawan], excavator kami sudah diberangkatkan ke lokasi tempat kerjanya untuk menjemput rejeki. Untuk 2 tahun ke depan [Insya Allah bisa seterusnya] si Komatsu ini telah ada ikatan kerja sama. Janji & kesepakatan kami untuk menyediakan alat berat tsb. di lokasi sebelum tanggal 15 November 2007 lengkap dengan man hour-nya dapat terpenuhi. Amin. [gile banget ya, waktunya hanya dikasih 1 bulan dari 15 Oktober 2007 atau peluangnya lepas ke pihak lain].

Masih tersisa sedikit rasa deg-degannya. Maklum, ini kan big job kami pertama yang target waktunya mepet. Ditambah lagi, sewaktu usai survey barang dan tahu harganya, kami juga masih belum tahu dari mana sumber dana untuk membelinya. Ternyata segalanya diberikan jalan keluar dan kemudahan oleh Allah SWT, akhirnya ide usaha inipun dapat terwujud. Amin. Mudah-mudahan kalau ada tantangan & peluang lain kami sudah lebih berpengalaman dalam hal pengadaannya.

Friday, November 9, 2007

Nggak nyangka, berani ngutang +/- Rp 1 M


[small winning di Hari Kemenangan]

Entahlah, apakah ini bisa disebut sebagai bekerjanya the Law Of Attraction atau dream come true atau jawaban Allah atas doa kami selama ini, atau memang hadiah dari Allah di Hari Kemenangan [Idul Fitri]. Saat di bulan puasa Ramadhan memang saya terus-terusan memikirkan, bagaimana kalau bikin usaha bareng-bareng bersama keluarga [family business]. Jadi supaya kami bisa sering ngumpul ‘gak hanya pas Lebaran atau pas ada acara kondangan saja, tapi kapan saja kami mau. Rupanya Allah mengabulkan doa saya.

Tepatnya, 15 Oktober 2007 [lebaran hari ke 3] yang lalu, saat ngumpul di Yogya, kami 4 bersaudara [saya, adik, dan 2 kakak] akhirnya sepakat mengikatkan diri untuk memulai usaha bareng di bidang rental excavator [inilah hebatnya virus TDA, di mana saja, kapan saja, kerjanya tetep aja nyari peluang usaha terus]. Idenya keluar dari kakak saya yang memang punya peluang di bidang kontraktoran. Peluangnya ada dan siap untuk digarap.

Jadi setelah kita rundingan akhirnya sepakat untuk take action. Setelah dihitung-hitung di atas kertas dan melakukan survey secukupnya [Lebaran kok malah mikirin bisnis], akhirnya kami putuskan untuk membeli [lewat leasing selama 3 tahun] 1 unit excavator Komatsu PC200-7 Galeo th 2005 [bekas dari Jepang] seharga +/- Rp 1M.*) Kalau yang baru harga leasingnya bisa nyampe Rp1,7 M.

Kerja cepat & kilat menyiapkan semua persyaratan admistrasi untuk ke perusahaan leasing. Tanggal 24 Oktober 2007 masukin permohonan leasingnya. Terus, bersama kita berdoa sambil deg-degan nunggu hasilnya. 30 Oktober 2007, yang lalu permohonan leasing dapet approval. Alhamdulillah.

Insya Allah dengan usaha ini kami bisa membuka lapangan kerja untuk 8 orang [full time], dan 3 orang [part time]. Kepinginnya Desember 2007 nanti, mainan baru ini sudah bisa menghasilkan fulus untuk membayar karyawannya, dan sekaligus membayar cicilannya sendiri. Amin. Mohon doa restunya ya…

Catatan:
*) Bagi temen-temen TDA seperti pak Rony, pak Agus Ali, pak Iim, pak Budi Rahmat, pak Rosihan, pak Hadi Kuntoro, pak Asep Triono, bu Ning Harmanto, mbak Yulia, pak H. Allay, atau yang lainnya, urusan duit milyaran mungkin hal yang biasa kali ya…??? tapi bagi kami berempat, hutang yang jumlahnya hampir 1 M ini bener-bener luar biasa dahsyat [maklum selama ini paling banter ngutangnya cuma seharga mobil aja]. Makanya, saya jadi sering terheran-heran juga kalau memikirkannya, but we have to do positive thinking, kan…??? Apakah ini pertanda saya sudah mulai naik kelas ya…???


Tetap Semangat!

Endro Wahyu M
TNM-E20 [mastermind JakTim]
'dengan bersinergi, resiko pun terbagi'

Wednesday, November 7, 2007

Mau mengajar kok malah diajar

Sudah menjadi ritual tahunan, setiap Lebaran saya selalu pulang ke Blitar. Meskipun kedua mertua saya telah tiada [3 tahun lalu], saya dan keluarga [khususnya anak-anak] selalu kangen dengan Blitar. Suasana kotanya yang tenang & damai, makanannya dan juga keramahannya selalu membuat kami selalu kembali.

Seperti biasa, bila ada mobil yang diparkir di halaman rumah mertua, pasti mbah Surip [penjual es lilin keliling] berteriak menjajakan dagangannya dari balik pintu pagar. Anak-anak yang biasanya antusias jajan nampak ogah-ogahan karena berpuasa. Akhirnya, saya beli semua es yang ada, lalu simpan di freezer, toh bisa dinikmati rame-rame setelah buka puasa nanti.

Begitu melihat mbah Surip, istriku langsung mengajaknya untuk memainkan Gender [salah satu instrument gamelan Jawa] sambil mendendangkan tembang Jawa. Istriku pegang Bonang, dan kakaknya memainkan Gendang [oh ya, di rumah mertua masih ada 2 set gamelan komplit yang terawat baik]. Mulailah terdengar alunan gamelan, suasana pendopo belakang rumah menjadi terasa betul-betul di Jawa. Saya & anak-anak hanya bisa menonton sambil menikmatinya.

Usai dengan konser gamelan Jawa, giliran saya yang ngobrol dengan mbah Surip, yang kini nampak tua, keriput, hitam, namun di wajahnya masih memancarkan semangatnya. Dalam hati saya membayangkan, 10 tahun saya kenal mbah Surip kok tetap begini-begini aja. Pasti ada yang salah nich, pikir saya. Saya pun kepingin sharing sedikit [teach] dengannya, bagaimana supaya hidupnya ada effort untuk bisa lebih maju dan nggak perlu berkeliling jalan kaki menjajakan es lilinnya. Harusnya lebih dari 10 tahun menekuni usaha ini, mbah Surip sudah memiliki pabrik es yang besar [ini kalau kita baca kisah para pengusaha sukses, rata-rata lewat 10 tahun sudah jadi konglomerat]. Atau bandingkan dengan temen-temen komunitas TDA, banyak yang baru usaha 2 tahun sudah beromset milyaran. Begitulah arah topik pembicaraan saya.

Dengan penuh keyakinan mbah Surip pun mulai menyampaikan pandangan hidupnya yang penuh dengan filsafat Jawa. Hidup itu harus dijalani bagaikan air yang mengalir dan kita harus nrimo ing pandum [menerima rejeki yang sudah dibagi oleh Allah]. Yang penting kita bisa menikmati hasilnya. Kalau orang nggak mensyukuri dan merasa nggak cukup dengan rejeki yang telah diperolehnya, selamanya akan merasa kekurangan terus. Akhirnya, akan menjadi serakah. Yang namanya kebahagiaan dan kekayaan itu kan adanya dalam pikiran kita. Mbah Surip sangat-sangat merasa bahagia dengan pencapaian hidupnya selama ini. Karena kebahagiaan dalam persepsinya adalah bila bisa menikmati & bersyukur dengan rejaki yang telah diterimanya dari Allah. Toh yang namanya harta dunia kan nggak bakalan dibawa ke liang kubur, tapi amalah & ibadah kita lah yang akan diperhitungkan. Di sisi lain, kalau kita ngoyo untuk mengejar dan menimbun kekayaan, justru akan diperbudak oleh kekayaan tsb. Karena berapapun yang diperoleh pasti selalu merasa masih belum cukup. [kalau direnungkan lebih dalam apa yang dikuliahkan ke saya ada benarnya ya…].

Mbah Surip pun ganti bertanya, apakah saat ini saya merasa sudah cukup dengan yang saya peroleh? [Rumah, mobil, usaha, tabungan, dsb.] Saya pun menjawab bahwa memang masih ada yang harus saya perjuangkan. Jadi saya masih akan berusaha untuk lebih kaya lagi. Saya kan kepingin bisa naik haji, membantu orang lain, membuka lapangan kerja, menyiapkan dana untuk kelanjutan studi anak saya, di hari tua masih punya uang sendiri, dsb.

Mbah Surip pun memotong lagi. Apakah dengan kekayaan yang ada saat ini nggak bisa berangkat haji? Apakah nggak bisa menolong orang? Apakah nggak bisa nyekolahin anak? Itu artinya, sampeyan sudah mulai diperbudak dengan kekayaan yang sampeyan penginin. [wuah sekali lagi, bener juga ya…]. Kalau saya mas, karena rejeki yang saya terima memang nggak bisa buat berangkat haji, berarti Gusti Allah kan memang nggak mengijinkan saya untuk berangkat haji. Yang penting saya tetap bersyukur mas. Sambil ia berpamitan pulang.

Tercenung saya dibuatnya, niat saya sharing & sedikit mengajar [teach] justru malah diajar [saya jadi belajar, learn] tentang pandangan hidup apa adanya dari orang Jawa kebanyakan, khususnya dari ‘seorang penjual es kawakan’. Weleh-weleh terus gimana nich? Bertolak belakang banget sama pandangan hidup kita semua saat ini yang belajar ilmu dari para pakar modern. Malamnya saya pun sempat merenungkan semua obrolan dengan mbah Surip siang tadi. Untuk sementara [karena dialektika belajar akan terus berlanjut] saya kepinginnya bagaimana bisa manjadi manusia yang memberi, memberi, dan memberi tapi tidak pernah kehabisan” daripada harus “mencari, mencari, mencari tapi tidak pernah merasa cukup”. Semoga. Amin.