Friday, July 24, 2009

Menyigi Barang Bermerk dan Perilaku Konsumen

Apa sih yang mendorong konsumen kelas atas untuk memilih dan membeli barang yang bermerk [branded] dan eksklusif? Apalagi kalau mereka membelinya saat jalan-jalan ke London, Roma, Singapore, Bangkok, dsb. Fenomena ini sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari, bagaimana teman kita yang habis jalan-jalan ke manca Negara terus bercerita bahwa branded shoes-nya dibelinya di Paris. Meskipun pada kenyataannya barang yang dibeli tsb. sebenarnya juga dijual di Plaza Senayan.

Kalau kita kaji lebih lanjut, nampak bahwa barang bermerk [branded items] dibeli bukannya berdasarkan alasan tunggal karena orang membutuhkannya, tapi juga dari manfaatnya sebagai komponen social, banyak konsumen yang merasa lebih bangga karena membeli barang tsb di Hongkong, Singapura, dll.

Jelas terlihat dalam kasus ini bahwa ternyata konsumen tidak sekadar membeli barang bermerk, namun juga membeli sebuah pengalaman yang inheren dengan merk tsb. Yaitu kebanggaan untuk bercerita bahwa barang ini dibelinya ketika jalan-jalan di London. Eksklusifitas menjadi sangat penting di sini. Semakin sedikit & susah diperoleh akan semakin diburulah barang tsb. Contoh lain lagi, ketika Blackberry baru mulai keluar, banyak sekali pejabat pemerintah, wakil rakyat, para eksekutif muda, para trendsetter dll., yang berebut untuk memilikinya. Mereka menghargai eksklusifitas sebagai ‘pemilik yang pertama’ barang tsb. sebagai cara untuk mengaktualisasikan kelebihan mereka.

Jelas sekali bahwa keinginan untuk tampil berbeda dengan memiliki dan mengkonsumsi barang-barang bermerk tsb. memperlihatkan keinginan dasar manusia yang selalu ingin diakui oleh lingkungannya. Dan selalu ingin mengaktualisasi diri secara terbuka. Branded items atau barang-barang bermerk yang eksklusif pun berfungsi menjadi suatu pelepasan yang sangat mendasar bagi eksistensi manusia.

Di level social yang menengah, perilaku konsumen yang seperti di atas juga berlaku. Mereka juga menginginkan eksklusifitas. Dan fenomena inilah yang dimanfaatkan oleh para pengusaha yang jeli melihat peluang tsb. Lihat saja, sekarang begitu banyak Factory outlet bermunculan di kota-kota besar Indonesia. Rata-rata juga laris manis jualannya. Karena FO-FO ini berusaha memanfaatkan merek global untuk memuaskan dahaga konsumen yang ingin tampil eksklusif dengan barang-barang branded yang sejatinya tidak terbeli bila masuk ke gerai-gerai resmi principal International Branded Products tsb.

Begitu juga dengan menjamurnya Distro [distribution outlet] dipicu dengan semangat untuk menyajikan barang-barang yang eksklusif dan jumlahnya terbatas [limitasi]. Hanya saja yang dijual di sini kebanyakan merk-merk buatan sendiri namun tidak diproduksi secara massal. Biasanya barang yang dipajang di Distro jumlahnya nggak banyak, sehingga keunikannya tetap terjaga dan dicari oleh penggemarnya. Kalau punya anak ABG pasti pernah direpotkan dengan ulah mereka yang ‘ngotot’ untuk membeli pakaian yang diinginkannya di Distro-distro. Dan harganya pun juga jelasnya akan lebih mahal dibanding dengan barang sejenis yang ada di Toserba biasa.

Bagi mereka yang sudah punya usaha di bidang garmen dan sejenisnya barangkali juga perlu belajar lebih dalam lagi tentang trendsetter dan psikologi & perilaku dasar konsumen yang menjadi target marketnya. Siapa tahu begitu nge-click dan ketemu peluang usaha, Anda bisa menjadi trendsetter barang eksklusif [entah apa barangnya] yang nantinya diburu konsumen seperti kaos Dagadu, yang dipositioningkan sebagai oleh-oleh khas Yogyakarta. Kalau belum beli kaos Dagadu berarti belum keYogya. Atau juga Kaos Joger di Bali yang berhasil menjadi ikon Pulau Dewata tsb.

No comments: