Ngomong-ngomong soal katak [maklum lagi ngecek pelajaran peribahasa anak saya] ternyata ada peribahasa menarik buat pelajaran kita bersama yaitu ‘bagaikan katak di bawah tempurung’.
Lho kok jadi ngomongin katak? Apa nggak salah? Benar kok, tulisan ini memang berangkat dari pepatah ataupun peribahasa yang menyangkut katak. Hal ini terkait erat dengan status saya dan banyak teman-teman lain yang kalau di komunitas TDA[tangan di Atas] disebut sebagai Amfibi. Dalam kamus bahasa Indonesia amfibi adalah binatang yang bisa hidup di air dan di darat, misalnya: katak. Berarti amfibi identik dengan katak juga kan? Nah, karena mencari penghasilan di dua quadrant [employee & entrepreneur] maka anggota komunitas TDA yang seperti ini disebut Amfibi.
Kembali ke peribahasa ‘bagaikan katak di bawah tempurung’. Peribahasa ini menjadi perumpamaan bagi karakter manusia yang sudah puas diri dengan pengetahuan yang dimilikinya sehingga menjadi picik & kurang luas pandangannya. Singkatnya, manusia yang begini sudah tak mau belajar lagi, karena sudah merasa pintar. Karena dunianya hanya seputaran di bawah tempurung saja maka tidak pernah punya pembanding dengan katak-katak lainnya.
Karakter manusia yang seperti diumpamakan dalam peribahasa di atas mudah-mudahan dan sudah seharusnya tidak terdapat di komunitas TDA kita ini. Karena saya yakin yang tergabung dalam komunitas hebat TDA ini adalah para manusia pembelajar semuanya.
Masih seputar katak, ada pepatah lain yang juga menarik, ‘lebih baik menjadi katak kecil di kolam yang besar daripada menjadi katak besar di kolam yang kecil’. Saya tafsirkan secara bebas maksudnya, kalau menjadi katak kecil di kolam yang besar, nggak bakalan akan kekurangan makanan dan akhirnya juga bisa tumbuh menjadi besar, dibanding menjadi katak besar di kolam yang kecil yang akhirnya lama-kelamaan kehabisan makanan lalu ‘modar’ juga.
Terkait dengan sumber ilmu pengetahuan bagi kita, ilmu yang bisa dipelajari akan lebih banyak diperoleh di ‘dunia’ yang lebih luas daripada di ‘dunia’ yang lebih kecil. Kalau di ‘dunia’ yang kecil, begitu ilmunya sudah habis diserap dan nggak ada tambahan lagi, akhirnya menjadi seperti ‘katak di balik tempurung’ tadi. Intinya, kita sudah seharusnya membuka diri seluas mungkin untuk belajar segala hal dari mana saja sumbernya, dibanding bila kita hanya diam dan membatasi diri.
Dalam hal belajar untuk menjadi pengusaha, karakter katak manakah yang akan dipilih oleh para anggota TDA seperti saya ini? Pastinya semua akan memilih untuk menjadi katak yang ada di pepatah atau peribahasa yang kedua.
Di dunia nyata yang berkaitan dengan bidang kewirausahaan, kolam besar itu adalah simbolisme tentang ‘pengetahuan yang tak terbatas’. Dan kolam besar itu bisa berisi dan tediri dari berbagai seminar tentang kewirausahaan, sekolah entrepreneur, internet, milis-milis kewirausahaan, buku-buku, referensi, kisah sukses pengusaha & segala bacaan tentang kewirausahaan, komunitas-komunitas bisnis, dsb.
Anggap saja diri kita ini katak kecil yang masih belajar ‘survive’ untuk ‘hidup’ kan butuh makanan, suplemen & vitamin untuk tumbuh menjadi katak besar. Komunitas TDA adalah gambaran dari ‘habitat tersendiri’ atau sub bagian dari kolam yang besar tadi [salah satu pojoknya kali ye?]. Mengingat, di komunitas TDA ini, khususnya bagi yang mau belajar, segalanya juga sudah ada dan tersedia. Ibarat katak kecil tadi, mau makanan apa saja ada, suplemen & vitaminnya juga banyak tersedia, seringkali malah gratis lho. Jadi seharusnya para katak kecil seperti saya ini bisa cepat tumbuh dan berkembang.
Dan memang terbukti, di komunitas TDA kita semua bisa belajar langsung dari para senior yang bisnisnya sudah maju [bahkan dari pak H. Allay lho…]. Juga bisa ikutan seminar-seminarnya yang seringkali gratisan dan kalau membayar pun nggak mahal kok. Bisa copy darat dan saling berbagi pengalaman take action hingga ke cerita sukses. Bisa memiliki kelompok kecil yang lebih intens membahas perkembangan bisnis kita [kelompok mastermind]. Ada kesempatan belajar take action dengan buka usaha bersama kalau pas ada tawaran kios gratis dari Mall-Mall yang besar. Bisa saling bekerja sama dalam bisnis. Bisa saling berbagi ilmu melalui milis, web & blog. Dan masih banyak lagi.
Persoalannya, kembali ke diri kita masing-masing. Sudahkah kita memanfaatkan potensi yang ada di komunitas TDA ini secara optimal? Sudahkah kita memanfaatkan jaringan komunitas TDA yang tersebar di Indonesia ini? Sudahkah kita belajar dan belajar terus secara maksimal dari bisnis yang akan kita tekuni, atau yang sudah kita tekuni? Tentunya, sambil membuka seluas mungkin cakrawala berpikir dengan berbagai pengetahuan entrepreneurship? Berusaha menghilangkan mental block yang ada. Merubah mindset kita yang selama ini berada di comfort zone ke arah action oriented. Dan akan take action dengan berbagai peluang yang ada di depan mata, tentunya yang sesuai dengan minat atau passion kita.
Ironisnya, sebagai amfibi atau yang masih berstatus employee seperti saya ini, seringkali menghadapi banyak kendala terutama di dalam proses pembelajaran. Acapkali kurang total dan kurang mendalam terlebih lagi saat harus menjalankan praktek dan terjun langsung membuka usaha. Kalau toh sudah punya usaha, kebanyakan didelegasikan kepada orang kepercayaan atau bahkan keluarga. Memang hal ini nggak salah-salah amat. Kan bisnis itu harus ada sistemnya. Tapi kalau kita bicara percepatan hasil usahanya, akan nampak beberapa kekurangannya. Hal ini terkait keterbatasan komitmen dan juga waktu yang disediakan untuk mengurus bisnis. Hasil akhirnya ya ‘biasa-biasa’ saja dan malah cenderung merosot dan ujung-ujungnya ya bubar. Hal ini pernah saya alami saat buka toko seluler.
Beda dengan yang sudah terjun full sebagai pengusaha. Mereka bisa setiap hari praktek dan terjun langsung secara total dalam usaha yang ditekuninya. Proses trial & error dan proses dialektika berjalan terus setiap saat, sehingga hasil usahanya pun seringkali ‘dahsyat’ dan fantastic.
Kendala lain yang juga sering ditemui oleh para amfibi seperti saya adalah keterbatasan waktu yang ada. Terkadang mau ikutan copy darat, seminar atau ketemuan membahas peluang usaha seringkali bentrok dengan jadwal pekerjaan. Mau gabung dengan kelompok mastermind juga nunggu jam pulang kantor atau harus nunggu Sabtu dan Minggu, yang notabene seharusnya hari untuk keluarga. Itupun kalau nggak ada tugas ke luar kota dari kantor.
Kembali ke awal tulisan yang berangkat dari tamsil katak, kalau hingga saat ini, komunitas TDA masih banyak dijumpai para katak yang masih tetap menjadi katak kecil yang ‘diam di tempat’ dan belum ‘berani’ melompat-lompat di habitat kolam besar bernama komunitas TDA, bukanlah salah habitatnya. Namun lebih ke kemampuan para katak kecil itu sendiri, yang memang belum mampu ‘survive’ memanfaatkan secara maksimal & optimal makanan, suplemen & vitamin yang ada agar bisa tumbuh menjadi katak kecil yang gesit & berlompatan di kolam yang besar [apalagi mau menjadi katak besar?]. Jadi mohon kepada para anggota komunitas TDA yang bisnisnya telah ‘berlari’ untuk bersabar dalam mengahadapi fenomena ‘katak kecil yang masih diam di tempat’ ini, karena yang namanya proses dialektika itu akan terus bergulir dan berlanjut. Waktulah nanti yang akan membuktikannya.
Bagi saya pribadi, kekurangan dan kelemahan di atas justru harus dijadikan tantangan tersendiri, agar bisa diperoleh jalan keluar terbaiknya. Kan kita tidak boleh gampang menyerah dengan keadaan. Dan harus tetap ingat bahwa yang mampu merubah kelemahan kita menjadi kekuatan adalah diri kita sendiri. Kita harus mampu mengalahkan kelemahan diri yang ada, untuk keluar menjadi pemenang. Jadi ya harus positive thinking bahwa kita bisa sukses dan mampu menjadi pengusaha yang mengutamakan filosofi TDA.
Big dream saya atau LoA-nya [Law of Attraction], kalau nantinya sukses meninggalkan dunia amfibi kepinginnya saya bisa ‘menjadi katak besar di kolam yang besar’. Tafsir bebasnya adalah ‘menjadi pengusaha besar yang bisnisnya mendunia’.
Seiring dengan itu, terselip pula harapan besar untuk komunitas TDA kita ini. Alangkah indah dan mulianya bila beberapa tahun ke depan komunitas TDA ini berhasil membesarkan ribuan katak-katak kecil menjadi ‘katak-katak besar di kolam yang besar buanget’. Tentunya yang memahami sepenuhnya filosofi mulia TDA kita, maksudnya bukan sekadar jadi pengusaha yang bisa menggaji orang saja [kan banyak kita jumpai contoh pengusaha yang nggak TDA]. Tapi lebih dari itu, yang tidak semena-mena, yang mau banyak memberi & banyak berbagi, memiliki kepedulian tinggi terhadap sesama. Semoga. Amin.
Maaf ya? Kok dari katak jadi ‘curhat’ tentang kesan, pengalaman dan harapan saya selama bergabung dengan komunitas TDA. Any way, mudah-mudahan sharing ini bisa bermanfaat bagi saya pribadi & Anda semuanya.
Endro Wahyu
TNM-E20 [mastermind Jakarta Timur]
“Sedang berusaha untuk selalu dapat memberi, memberi, dan memberi… tapi tidak pernah kehabisan, daripada harus mencari, mencari, dan mencari… tapi tidak pernah merasa cukup. Semoga Amin.”