Monday, January 21, 2008

Jangan 'nembak' burung gereja pakai meriam

Setelah iklan tiang listrik yang pernah saya posting sebelumnya, kali ini saya mau sharing tentang kejadian menarik tentang seorang teman yang berencana hendak membuat iklan radio sebagai media promosinya.

Ceritanya, saat mampir ke Bukafe di Jl. Duren Tiga [toko buku sekaligus kafe dan warnet yang kebetulan milik kakak angkat saya], tiba-tiba manajer pengelolanya menghampiri saya untuk ngobrol. Saya pun iseng bertanya tentang perkembangan Bukafe. Lalu ia menguraikan ‘rencana besarnya’ untuk memajukan tempat usaha yang dikelolanya ini. Salah satu rencananya adalah beriklan di salah satu radio terkenal di Jakarta.

Wuah hebat banget. Kemudian saya bertanya dengannya, siapa saja sih pengunjung Bukafe selama ini? Ia pun menjawab bahwa pengunjungnya ada kalangan pelajar SMA, mahasiswa, para pekerja pulang kantor, ABG pacaran, pengunjung umum, bapak-bapak & ibu-ibu pecinta buku, dsb. Saya tanya lagi, berapa iklan radio yang akan dibuat dan berapa radio yang mau menayangkan iklannya. “Cukup satu iklan dan satu radio saja”, jawabnya.

Nah lho. Tadi katanya target audience-nya bermacam-macam, berarti kan butuh iklan yang berbeda-beda sesuai dengan target audience-nya. Begitu pula media radionya, kita harus lihat segmen pendengarnya, untuk masing-masing target audience kan berbeda radionya. Misal, untuk palajar SMA & ABG pakai Track FM, Mahasiswa pakai radio Prambors, Para pekerja & yang lebih tua pakai radio Trijaya FM or Sonora. “Kalau cuma pakai satu iklan di satu radio, kan percuma juga karena nggak bisa menjangkau semua target audience yang hendak disasar? Lebih dari itu, emangnya pengunjung Bukafe itu latar belakang geografisnya dari seluruh Jakarta? Kan siaran radionya bisa didengerin di seluruh Jakarta bahkan Jabodetabek lho…”, argumentasi saya.“Oh, begitu ya? Tapi, kita kan harus selalu pro aktif dan nggak boleh lengah sedikitpun…”, lanjutnya lagi.

Akhirnya saya sharing sama dia dengan harapan bisa lebih terbuka lagi wawasannya. "Bikin iklan radio itu gampang kok, punya duit suruh orang yang ahli di bidangnya juga beres. Tinggal mau ditayangin di mana, kapan saja, berapa kali sehari, ada ahlinya yang bisa kita mintai tolong. Tapi sebelum bikin iklan kan banyak hal yang harus digali dan dijadikan insight. Kemudian kita fokuskan kembali ke main objective atau tujuan utamanya. Jadi to mesti back basic & be focuss," lanjut saya.

Pertama, kita rumuskan dulu objective-nya? Tujuannya untuk apa kok Bukafe butuh beriklan? Untuk menggaet pengunjung baru? Selama ini promosi & trick-trick apa saja yang telah dilakukan dalam rangka menggaet pengunjung baru tsb.? Sudah maksimal apa belum? Bagaimana hasilnya? Kalau dari rumusan ini memang ternyata diperlukan beriklan, ya dibuat lah iklan. Lalu coba kita pertimbangkan dengan seksama dulu, apa benar Bukafe butuh iklan radio? Atau malah media lainnya? Kalau hanya ingin menggaet pengunjung baru kan nggak cuma iklan radio yang bisa dipakai, bisa kita gunakan flyer [selebaran], spanduk, iklan di internet, poster, dsb. yang jelas budgetnya lebih murah.

Kedua, target konsumennya siapa? Siapa saja sih selama ini pengunjung Bukafe? Memangnya pengunjung Bukafe dari seluruh wilayah Jakarta? Kalau yang hendak ‘ditembak’ hanya pelajar sekolah, ABG, dan mahasiswa yang ada di seputaran Bukafe, atau pekerja pulang kantor yang kebetulan arah pulangnya melewati Bukafe, atau pengunjung umum yang juga berasal dari seputaran Duren Tiga radius 5 km, ya dicari media iklan apa yang paling cocok dan memungkinkan untuk dibuat. Tentunya yang mampu menjawab persoalan pertama tadi [back to basic] bahwa memang Bukafe butuh beriklan untuk menggaet pengunjung baru. Kan berarti yang dibutuhin cukup hanya beberapa spanduk dan flyer saja.

Seandainya nekad bikin iklan radio. Habis biaya produksinya katakanlah Rp 2 juta, kemudian budget placement [tayangnya] katakanlah Rp 20 jutaan [selama 3 bulan]. Hasilnya, hanya ada 30 orang pengunjung baru yang datang gara-gara iklan radio tsb. , dan mereka hanya spend money atau belanja di Bukafe rata-rata Rp 50,000 berarti kan omset hanya naik Rp 1,500,000. Padahal paling banter marginnya cuma 20% dari omset tsb. yaitu Rp 300,000. Kalau toh pengunjung barunya 10 x lipat atau 300 orang paling banter marginnya cuma Rp 3,000,000. Ini kan artinya bikin iklan radio tsb. nggak efektif. Ibaratnya ‘nembak burung gereja pakai meriam’, yang seharusnya ‘cukup pakai senapan angin biasa’ [senjata dan pelurunya terlalu besar padahal target sasarannya ternyata kecil].

Ketiga, kalau memang spanduk dan flyer yang dinilai paling ‘cocok’ sebagai media iklan ya mulai disurvey di mana saja bakal dipasang atau di mana saja flyer tsb. bakal disebarkan. Yang jelas harus bisa menjawab persoalan pertama dan kedua [iklan nyampe dan dibaca oleh target audience sehingga mampu mengajak mereka datang ke Bukafe]. Misal, spanduk dipasang di jalan atau perempatan dari berbagai arah yang akan menuju ke Bukafe. Dan flyer juga harus disebarkan di lokasi-lokasi yang tepat untuk menggaet sasaran, misal di sekolah atau kampus, rumah, kantor, perempatan sekitar situ.

Selain itu, cobalah dipikirkan cara-cara lain untuk berpromosi yang lebih cerdas & kreatif. Misal kerjasama dengan penerbit atau pengarang bukunya, bila ada buku baru yang menarik ya dibuatlah acara bedah buku sekaligus jumpa pengarangnya di Bukafe. Atau apa lagi?

Saya tegaskan lagi kepada teman tadi, bahwa ini semua kan sharing dari saya yang hanya berangkat dari perhitungan akal sehat biasa. Tentunya sebagai manajer pengelola kan sudah seharusnya tahu dari a sampai z tentang Bukafe. Selanjutnya ya mesti dipikirkan cara beriklan yang keluar dari ‘pakem’, tantang saya. Itulah tugas pengelola, harus selalu mencari ide-ide promosi maupun trick-trick yang murah meriah namun berdampak besar. Oke?

Atau adakah temen-temen yang pernah punya pengalaman beriklan untuk memajukan usahanya. Senang banget kalau ada yang mau sharing untuk pembelajaran bersama kita semua.

Semoga ‘curhat’ kali ini dapat bermanfaat untuk saya pribadi dan Anda semua yang kebetulan membacanya.

Endro Wahyu M
TNM-E20 [mastermind JakTim]

“yang terus berusaha untuk selalu bisa memberi, memberi, dan memberi… tapi tidak pernah kehabisan, daripada harus mencari, mencari, dan mencari… tapi tidak pernah merasa cukup.”


Friday, January 18, 2008

Oleh-oleh dari Yogya : Teman masa kecilku sukses pindah quadrant



Surprised! Long time no see you ya…friend??? Inilah komentar salah satu teman bermain di masa kecilku [adik kelasnya adik saya] saat masih tinggal di Madiun dulu. Yudi ‘Cheng Hook’ nama panggilannya. Tak sengaja 10 Januari 2008 lalu, kami ketemu di Yogyakarta. Bukan main [kalau pas begini] dunia ini ternyata sempit ya? Padahal sekitar 15 tahunan atau malah lebih saya nggak ketemu dia. Karena selepas SMA, biasanya para putra daerah seperti saya ini pada merantau dan kuliah di kota besar seperti Surabaya, Yogya, Semarang, Jakarta, dll. Selepas kuliah biasanya juga pada langsung kerja dan nggak pernah pulang ke daerah asalnya lagi. Apalagi kalau orang tuanya sudah meninggal dunia. Terputuslah sudah dengan masa lalunya.

Begitulah, saya akhirnya ‘ngobrol’ sampai jam 3 pagi dengannya. Hebatnya, selain 'ngomongin' nostalgia tentang masa kecil hingga SMA, ia juga menceritakan kisahnya selama ini hingga akhirnya sukses menjadi pengusaha.

Saat ini, ia memiliki perusahaan ekspedisi udara di Surabaya, satu toko di Madiun, dan di Yogya ada usaha Salon, Warnet dengan 22 komputer dan rumah kos 46 kamar [Rp 750,000/bulan per kamarnya] di sebelah kampus UPN. Luar biasa. Sudah seharusnya saya banyak menimba ilmu darinya. Karena teman yang satu ini berangkatnya juga dari seorang karyawan [TDB]. Dan baru September 2007 yang lalu ia resign dari tempat kerjanya.

Teman saya ini cerita, bahwa kemampuannya untuk bisa set up bisnis sendiri ini justru berasal dari kiprahnya saat masih menjadi karyawan. Jadi sudah seharusnya kita-kita yang saat ini menjadi karyawan mensyukuri. Karena saat masih menjadi karyawan banyak kemampuan manajerial yang secara nggak sengaja dapat dipelajari dan dikuasai dengan baik, yang nantinya penting saat ingin membuka usaha sendiri.

Jadi kuasailah dengan baik bidang yang saat ini menjadi bagian pekerjaan sehari-hari. Pekerjaan kita adalah sekolah yang terbaik juga. Anggap saja sekolah tapi dapat gaji bulanan yang juga dapat dikumpulin buat modal. Sambil terus cari peluang usaha yang sesuai dengan passion & bidang yang kita kuasai. Dan ingat kalau sudah punya usaha juga jangan buru-buru ‘asal resign’. Tapi mesti dimonitor terus perkembangannya, kalau bisnis pribadi sudah mapan silakan resign. Proses pindah quadrant ini buat masing-masing orang bisa berbeda kebutuhan waktunya. Yang penting kan tujuan akhirnya jadi pengusaha. Begitulah masukannya kepada saya.

Ceritanya, saat ia masih menjadi TDB di sebuah perusahaan, dia seringkali kebagian kerjaan yang ‘cukup sulit’, yaitu membuka cabang baru dan seringkali juga didaulat menjadi kepala cabangnya. Dari pengalaman manajerial seperti itu, akhirnya intuisinya dan skill-nya menjadi terasah dengan baik. Misal, bagaimana memulai buka cabang baru yang diibaratkannya seperti ‘membuka hutan’ di sebuah daerah baru. Kemudian bekerja ‘habis-habis’an, agar sebuah cabang baru bisa survive dan kalau perlu berkembang maju. Dst.

Rupanya sambil bekerja menjadi TDB, dia juga punya cita-cita untuk secepatnya punya usaha sendiri. Mulailah ia menjajagi peluang-peluang usaha. Usaha ekspedisi udaranya yang di Surabaya, adalah hasil mengakuisisi, saat perusahaan tsb, collapse. Lalu ditangani langsung hingga akhirnya menjadi sehat kembali dengan omset tahun 2007 lalu sekitar 3,7 M [kalau marginnya 20%, gede juga ya untungnya]. Tokonya yang di Madiun juga hasil kerja kolaborasi bersama istrinya. Begitulah, satu persatu peluang yang ada berhasil dieksekusi menjadi usaha yang potensial. Bahkan ada juga beberapa usaha yang gagal. Setelah usahanya yang jalan bisa ‘mapan’, akhirnya ia mengajukan resign dari jabatannya sebagai kepala cabang di salah satu daerah di Jawa Timur. Saat ini teman saya ini dalam seminggu kerjanya hanya jalan-jalan keliling mengontrol bisnisnya. 3 hari di Surabaya, 1 hari di Madiun, dan 3 hari di Yogya.

Bagi saya pribadi, kisah teman saya ini menjadi contoh atau sebuah model perpindahan quadrant yang ‘cukup mulus’ dan terbilang ‘cukup sukses’ dari seorang TDB menjadi TDA. Secara perlahan tapi pasti [waktu masih TDB] dia mengumpulkan portfolio usahanya satu demi satu, hingga saat passive income-nya telah mencapai berlipat-lipat dari gaji terakhirnya sebagai kepala cabang, dan sudah jauh di atas kebutuhan hidupnya, tibalah saatnya untuk resign dan menjadi seorang pengusaha [TDA].

Akhirnya, saat berpisah kami pun sepakat bila pas saya ada di Yogya, dia juga akan berusaha berada di Yogya agar kami bisa ngobrol & berdiskusi sambil belajar bersama. Anehnya, sudah jadi pengusaha pun masih kepingin belajar juga dari saya yang masih TDB [ternyata dia juga kepingin belajar usaha rental mobil atau excavator]. Tapi siapa tahu ada ide-ide bisnisnya yang bisa kita kerjakan bersama. Karena saat kami ngobrol bersama dengan teman-teman lainnya, banyak sekali ide-ide usaha yang aneh-aneh yang relative modalnya nggak besar keluar dari ‘kepalanya’.

Wednesday, January 16, 2008

Meskipun 'pemain' baru, kami juga kepingin maju...

Selama libur & week end di Yogya kemarin, kami berempat [saya, 2 kakak & adik] selain berada di lokasi tempat excavator ‘menjemput’ rejeki, juga sekaligus membahas prospek ke depan perusahaan kami. Dari hasil obrolan yang serius tapi santai kami mencoba membedah peluang & tantangan usaha rental excavator ini ke depannya. Memang saat ini, kami baru memiliki satu unit yang telah ‘terpakai’ oleh klien, tapi kan nggak ada salahnya kalau ada peluang-peluang baru lagi yang bisa digarap.

Hasilnya, ter-peta-kan secara nasional bahwa kebutuhan akan excavator di Indonesia itu masih sangat banyak. Di Aceh saja [untuk recovery] khabarnya 100-an excavator masih kurang. Belum lagi di HPH-HPH yang banyak tersebar di Sumatera, Kalimantan dan Papua, setelah hutan ditebang biasanya juga dibutuhkan jasa excavator untuk proses reklamasi maupun untuk penghijauan kembali. [Ada kenalan adik saya di Surabaya baru saja beli 2 excavator untuk menggarap bekas HPH di Timika [Papua] yang akan dijadikan areal persawahan. Kontraknya lumayan panjang]. Selain itu, masih banyak perusahaan minyak, tambang dan sejenisnya yang juga memerlukan jasa excavator.

Nggak usah jauh-jauh, yang di Jawa pun kebutuhan akan jasa excavator juga masih terbuka luas. Apalagi pemerintah pusat & pemerintah daerah kan banyak memiliki plan untuk membangun jalan tol semisal Yogya-Solo dan Semarang-Solo. Bahkan gara-gara banjir bengawan Solo kemarin, khabarnya juga akan ada pembenahan sepanjang DAS [daerah aliran sungai] mulai dari waduk Gajah Mungkur hingga hilir bengawan Solo, yang bakalan memerlukan excavator untuk kerjanya.

So kalau membahas peluangnya, yang namanya jasa rental excavator kan masih terbuka lebar banget. Persoalannya adalah bagaimana cara mendapatkan ‘job’nya. Karena sejarah telah membuktikan bahwa tidak pernah ada ‘job’ itu yang datang sendiri dan ‘mengetuk’ pintu rumah kita. Kalau semua peluang datang sendiri menghampiri kita, bisa jadi semua orang telah sukses menjadi pengusaha. Betul nggak?

Kalau kata teori, inilah bedanya pengusaha dengan orang biasa. Konon yang namanya pengusaha selalu mencari peluang-peluang usaha baru yang nantinya bisa digarap menjadi lahan usahanya. Kembali ke peluang usaha excavator di atas, tantangan kami adalah bagaimana bisa meraih peluang-peluang yang ada di dekat kita. Mampukah kami meraih peluang baru? Kami akan berusaha semaksimal mungkin. Waktulah nanti yang membuktikannya.

Selain kepingin membesarkan usaha rental excavator, muncul banyak ide-ide baru bagaimana agar perusahaan bisa berkembang lebih maju lagi, tidak sekadar hanya berkutat di bidang rental excavator. Semua ide tsb. kami tampung di ‘bank idea’, mengingat ‘keterbatasan’ kami saat ini.

Small winningnya, ada satu ide usaha yang memungkinkan untuk digarap. Kami sepakat untuk mulai melirik usaha ‘kontraktoran’ sebagai divisi baru yang saat ini bisa kami kerjakan. Kebetulan kakak saya yang telah lama ‘nyemplung’ di bidang ini mulai tertantang untuk memajukan usahanya sendiri. Bahkan kami juga sempat ‘ketemuan’ dengan seorang pengusaha yang selama ini juga telah ‘malang melintang’ di usaha kontraktoran di seputaran Jawa Tengah. Kalau jadi sich kami bisa mendapatkan limpahan job [nge-sub] yang nilainya lumayan buat pemula [sekitar 1 M]. Saat ini masih dalam proses lobby dan negosiasi [jadi masih confidential]. So belum bisa saya sharing lebih lanjut, karena belum deal. Takutnya nggak goal gitu lho.

Demikianlah sharing kali ini sepulang dari Yogya kemarin. Nantinya kalau ada small winning & big winning yang baru lagi akan saya ceritakan. Semoga bermanfaat.

Tuesday, January 15, 2008

Hari liburku [sementara] tersita untuk 'usahaku'...



Alhamdulillah, akhirnya tiba juga saatnya kita memasuki Tahun Baru Hijriyah 1429 H. Selamat Tahun Baru ya, temen-temen semua. Semoga di tahun yang baru ini segalanya bisa lebih baik. [Maaf terlambat, soalnya baru sempat nulis lagi setelah 4 hari di Yogya & Jateng].

Bagi kebanyakan orang, banyak hari libur & cuti bersama memang menjadi dambaan. Karena mereka bisa menikmatinya bersama keluarga & bahkan untuk berwisata. Tapi bagi saya pribadi justru sebaliknya, week end & hari libur yang ada adalah kesempatan terbaik untuk mengurusi bisnis pribadi. Karena sejak take action bikin usaha rental excavator, kesibukan di hari libur pun kian bertambah. Karena nggak kepingin dibilang ‘selingkuh’ [pinjam istilah pak Yoyox], maka praktis waktu yang tersisa, Sabtu, Minggu & hari liburku pun [untuk sementara waktu] seringkali terpakai untuk keperluan yang terkait dengan usaha pribadi tsb. yang keberadaannya memang di Jawa Tengah.


Begitulah akhirnya, seringkali Sabtu & Minggu atau kalau ada cuti bersama [di hari kejepit] dari kantor, seperti libur Tahun Baru Islam kemarin, saya langsung ‘cabut’ ke Yogya. Kemarin kepinginnya ‘ngajak’ keluarga, tapi ternyata anak-anak nggak libur di ‘hari kejepit’, ya terpaksalah berangkat sendirian. Adik saya yang dari Surabaya juga ‘janjian’ ketemu di Yogya, lalu bersama-sama pergi ke lokasi. Jadi niat kami untuk sering bertemu memang kesampaian, karena mau nggak mau bisnis ini kan harus diurus bareng-bareng. Sekaligus, selama berkumpul kami juga banyak membahas prospek bisnis rental excavator ke depannya nanti, sambil mencari peluang-peluang usaha baru lainnya.


Kenapa juga mau bercapek-capek ria? Kan sdh ada karyawan yang menjalankannya? Justru di ‘masa percobaan’ ini kami harus selalu menggunakan kesempatan sebanyak-banyaknya untuk belajar dan belajar segala sesuatu & seluk beluk usaha yang satu ini. Memang kami sudah menciptakan system, tapi kan harus diuji secara terus menerus seiring berjalannya waktu. Tentunya agar system tsb. dapat berjalan dengan baik dan mulus seperti yang diharapkan. Lebih dari itu, yang namanya sebuah usaha yang masih relative baru ya sudah seharusnya kita ‘jagain’ secara langsung. Sudah banyak contoh bagaimana sebuah usaha yang ‘dijagain’ setiap hari saja bisa ‘amburadul’, apalagi kalau kita ‘lepas’ begitu saja.


Memang keluarga [terutama anak-anak] complain terus kalau pas di ‘hari untuk keluarga’ saya tinggal pergi ke luar kota. Tapi dengan penjelasan bahwa saat ini dan untuk sementara waktu, kita harus menunda kenikmatan & kenyamanan demi sebuah cita-cita besar bersama, yang nantinya hasilnya kan juga untuk keluarga juga. Akhirnya mereka bisa mengerti dan ikhlas hari-hari liburnya nggak bersama ayahnya. Inilah salah satu resiko punya usaha di luar kota berikut tantangannya yang juga harus bisa diatasi. Dilematis memang. Tapi kan pengalaman telah membuktikan, kalau mau menggapai sukses harus ada pengorbanan. Semoga.

Sunday, January 13, 2008

2nd Steps [si Komatsu] in Probation Periods

Tanggal 7 Januari 2007 lalu, usaha rental excavator kami memasuki masa pembayaran cicilannya yang kedua. Alhamdulillah, pembayaran dari klien juga masih lancar sehingga kami pun dapat membayar cicilan leasingnya juga tepat waktu. Di usianya yang masih di second steps [istilah kami untuk pembayaran cicilan leasingnya], tak lupa kami lakukan evaluasi singkat seputar perkembangan usaha ini. [Kan memang masih dalam probation periods atau masa percobaan].

Ada beberapa catatan yang menjadi masukan penting bagi usaha ini. Di pertengahan bulan Desember 2007 yang lalu, excavator pernah mengalami problem dengan pecahnya selang hydraulic-nya. Saat itu semua kegiatan menjadi terhenti selama 2 hari, untuk mencari spare parts dan perbaikan. Dan untungnya problem itu bisa diatasi team mechanic kami dalam 2 hari saja. Seandainya kerusakan lewat dari 1 minggu, kami harus mencarikan gantinya. Padahal, setelah kami survey untuk menyewa excavator dari rental lain minimal harus kontrak selama 6 bulan. Wuah, dapat insight baru nich. Idealnya, kalau terjun ke bisnis yang satu ini, kita harus punya back up unit excavator sendiri [semoga LoA kami bisa terwujud, Amin]. Tapi kan kemarin kami hanya modal nekad saja. Bisa beli [lewat leasing] 1 unit saja sudah harus disyukuri.

Kejadian tsb. juga patut untuk disyukuri [positive thinking gitu lho…]. Karena dengan demikian kami menjadi tahu kelemahan-kelemahan yang ada. Ternyata tantangannya berat juga ya? Tapi kalau kepingin maju kan harus siap menghadapi tantangannya. Jadi saat ini, kami harus banyak berdoa dan mengingatkan team yang ada di lapangan agar selalu menjaga, memperlakukan serta merawat excavator tsb. seperti diri mereka sendiri, untuk memperkecil kemungkinan terjadi kerusakan yang berasal dari factor si operatornya. Kalau kerusakan terjadi di luar batas kemampuan manusia, ya namanya force majeure.

Dari pengalaman tsb., akhirnya kami juga re-check ke fihak Komatsu, apa saja spare parts yang biasanya & sering terjadi trouble di lapangan [sesuai catatan mereka selama ini], agar kami bisa menyediakan stock spare parts-nya. Jadi kalau ada kerusakan lagi yang kecil-kecil bisa langsung diatasi dalam waktu yang cukup singkat, dan tidak menggangu kegiatan operasionalnya di lapangan.

Kesimpulan sementara, menekuni usaha apapun selalu ada kesulitan dan tantangannya [tidak ada usaha yang bisa langsung sukses semudah kita membalik telapak tangan]. Tinggal bagaimana kita siap atau tidak menghadapi dan mencari jalan keluarnya. Setiap step atau langkah perkembangan dari sebuah usaha adalah proses belajar. Untuk itu mau atau tidak kita belajar dari semua problem yang muncul di tengah perjalanan bisnis tsb. Dan yang terpenting, harus tetap optimis dan positive thinking.

Demikian up-date terbaru dari usaha rental excavator kami, semoga sharing kali ini bermanfaat bagi kami dan Anda semua.

Saturday, January 12, 2008

Apakah menjadi pengusaha harus kreatif?

Kata kreatif di sini saya maksudkan untuk merujuk sifat atau perilaku seseorang yang memiliki daya cipta atau kemampuan untuk menciptakan. Kalau kita kaitkan dengan judul di atas, “Apakah menjadi pengusaha harus kreatif?”, jawaban saya secara tegas adalah “Ya!”. Justru seorang pengusaha itu selalu dituntut untuk memiliki kreativitas yang tinggi secara terus menerus. Sebab para pengusaha diharapkan dapat melakukan inovasi dengan menghasilkan hal-hal baru yang berguna bagi masyarakat luas, atau menemukan cara-cara baru yang memberikan nilai tambah terhadap sesuatu yang sudah ada sebelumnya.

Kalau yang menamakan diri sebagai pengusaha nggak kreatif, mana ada sekarang produk jamu yang ‘dikapsulin’, jualan lewat internet [toko maya] tanpa perlu punya toko yang sebenarnya, air minum dalam kemasan, minuman teh dibotolin, santan kelapa dibotolin, bimbingan belajar, jualan makananan yang diwaralabakan, bengkel motor waralaba, dsb. Yang saya contohkan ini semua kan produk-produk hasil inovasi [temuan] dari para pengusaha yang mengedepankan kreatifitas.

Kelebihan lain dari sifat kreatif yang melekat dalam diri pengusaha adalah kemampuannya untuk melihat peluang dalam masalah-masalah yang muncul di masyarakat, dan kemudian mampu menciptakan beragam produk dan jasa sebagai solusi untuk mengatasi masalah dan tentunya juga meraih keuntungan. Atau yang sering kita tahu, para pengusaha yang kreatif biasanya mampu menemukan terobosan-terobosan baru sekaligus melakukan pembaharuan dari produk-produk yang sudah ada. Saya lebih senang menyebut terobosan baru tsb. sebagai tindakan yang berani keluar dari pakem.

Kenapa juga sebagai pengusaha kita harus kreatif? Karena kita dituntut selalu untuk memiliki ide-ide bisnis yang berbeda dari yang lain [ide usaha baru yang keluar dari kerumunan] dan memiliki gagasan yang sangat orisinal.

Selain itu, seorang pengusaha yang kreatif juga biasanya mampu bekerja secara cerdas. Misal, mampu memanfaatkan teknologi internet untuk berjualan. Kantornya pun akhirnya yang sifatnya mobile office, dengan bermodalkan laptop dan 'ngantor' di manapun dia suka, tanpa terikat pada kantor secara fisik. Kalau toh punya kantor pun ia mampu menciptakan sistem yang mapan, sehingga si owner dapat mengontrol seluruh kegiatan bisnisnya hanya lewat HP, e-mail, dan laptop.

Khabar baiknya, yang namanya kreativitas itu bukanlah bakat atau bawaan dari lahir, namun siapa pun bisa dilatih dan dikondisikan untuk dapat berpikir kreatif. Nah kalau sudah siap jadi pengusaha dan sarat dengan ide-ide kreatif, silakan Anda mencoba memasuki belantara dunia usaha, dijamin untuk meraih sukses hanya tinggal menunggu waktu saja.

Kalau masalah kreatif menjadi penting sebagai persyaratan utama untuk menjadi pengusaha, pertanyaan selanjutnya adalah, bagaimana kita bisa melatih & mengasah bakat kreatif tsb. Di tahap awal barangkali yang terpenting adalah mengkondisikan otak kita untuk mau berpikir kreatif. Nah agar otak kita nge-click dengan hal-hal yang sifatnya kreatif ada beberapa cara yang semua orang pasti bisa mencobanya. Dan saya mencoba membuat ringkasannya dari berbagai sumber [training, buku, referensi, dsb.] selama saya berkecimpung di dunia advertising & communication.

Berikut ada 8 cara atau tahapan yang dapat mengkondisikan seseorang untuk bisa berpikir lebih kreatif :

1. Having fun.

Bersenang-senanglah! Kita harus selalu mengkondisikan diri selalu merasa fun, gembira, bahagia, berpikir lepas tanpa merasa ada beban. Keluar dari rutinitas sehari-hari, banyak jalan-jalan dan melakukan pengamatan dengan harapan dapat menemukan ide-ide usaha yang kreatif.

2. Berpikir bebas & tanpa batas.

Jangan biasakan otak berpikir yang ‘biasa’, tetapi gunakan selalu untuk berpikir keluar dari pakem. Langgar aturan-aturan yang ada, berpikirlah dengan tidak logis. Jadilah seorang yang bebas seperti burung yang terbang lepas di angkasa.

3. Fokuskan pikiran pada tujuan.

Ya, untuk menjadi kreatif di bidang usaha yang ditekuni atau yang ingin ditekuni, kita harus selalu fokuskan pikiran kita pada tujuan yang memang hendak dicapai. Jangan mudah berubah. Selalu visualisasikan bahwa sekarang Anda telah menjadi orang yang kreatif dan mampu menmukan ide-ide bisnis yang dahsyat. Dan bayangkan pula bahwa ide bisnis telah dijalankan dan sukses.

4. Jadilah seperti anak-anak.

Tumbuhkan jiwa anak-anak di dalam diri. Cobalah berpikir seperti jalan pikiran anak-anak, tanpa perlu repot memikirkan logika, tapi biarkan otak berpikir lepas tanpa beban apapun. Sifat anak-anak juga selalu kepingin tahu segalanya, dan banyak bertanya. Dunia anak memang selalu penuh dengan daya khayalan yang tinggi, tapi justru dari situlah kreativitas seseorang mudah berkembang.

5. Ciptakan input konstrukstif .

Caranya tentu saja dengan mencari lebih banyak informasi dan pengetahuan melalui bacaan, referensi, internet, bergaul, nonton bioskop, ngobrol dengan siapa saja, jalan-jalan melakukan pengamatan, dsb. Mencoba untuk keluar dari rutinitas sehari-hari. Dan belajarlah melihat apa yang tidak terlihat. Dengan membiasakan diri untuk memiliki rasa keingintahuan yang besar akan membawa kita menjadi orang yang pertama punya ide-ide tentang apa saja.

6. Bangkitkan keberanian berinovasi.

Keberanian dan keingintahuan adalah dua sifat yang memang harus dimiliki oleh orang yang kreatif. Semangat untuk berani berinovasi ini penting untuk dikembangkan agar diri kita terkondisi selalu berpikir kreatif. Ingat seorang Thomas Alfa Edison pun berani mencoba hingga lebih dari seribu kali, hingga akhirnya berhasil menemukan bola lampu pijar.

7. Pikirkan kembali pikiran Anda.

Saat merasa telah puas dengan pemikiran atau ide yang diperoleh, sebaiknya perlu untuk dipikirkan kembali dan dianalisa dari cara pandang yang berbeda. [kalau orang Jawa bilang, diotak-atik nantinya akan gathuk juga]. Semakin banyak jenis pemikiran yang didapatkan maka akan semakin banyak pula ide-ide kreatif yang bakal diperoleh.

8. Ubah ide lama menjadi ide yang lebih baru.

Sebuah ide usaha yang kreatif biasanya juga berasal dari ide-ide usaha lama yang dicoba untuk ditampilkann secara lain dan berbeda. Namun harus ada kelebihan-kelebihan [benefit product] lain yang hendak ditawarkan. Dan juga tentunya untuk memberi kemudahan dan kenyamanan bagi end user-nya.

Yang penting untuk digarisbawahi, apa yang tersaji pada tulisan ini, berangkat dari pengalaman orang-orang yang telah melewati jalan panjang di dunia usaha. Bagi Anda yang telah memiliki usaha dan sukses, anggap saja masukan ini hanyalah sebuah ilustrasi belaka. Tapi bagi yang senang belajar seperti saya, harapannya tulisan ini bisa menjadi sebuah sharing yang mudah-mudahan dapat bermanfaat menambah wawasan seputar pentingnya sifat kreatif yang harus dimiliki oleh seorang pengusaha. Tentunya, kembali dari sudut pandang mana kita melihatnya. Dan menjadi pengusaha harus kreatif atau tidak, pada akhirnya berpulang kepada diri kita masing-masing, karena yang namanya sukses di dunia usaha tergantung kepada sejauh mana effort kita untuk berjuang mewujudkannya.

Monday, January 7, 2008

Iklan tiang listrik


Saat terjebak kemacetan, daripada stress, mata saya iseng-iseng mengamati sekeliling dan akhirnya terhentilah pada sebuah tiang listrik yang dipenuhi dengan iklan tempel. “Butuh dana? Cair dalam 3 hari, hub. 0816xxxxx345”, “Cuci Sofa, 021-345987xx”, “Les Privat : 0813xxxxx333”, “Sedot WC : 021- 555xx799”. Wow, rupanya selama ini yang namanya iklan tempel di tiang listrik luput dari pengamatan saya.

Coba saja iseng-iseng amati, yang namanya iklan tiang listrik ini bahasanya singkat dan padat. “Badut Sulap, tel. xxxxxxxxx”; “Servis TV, kompor gas, AC, call 1234xxxxxx”; “Peralatan Pesta. Xxxxxx4567”; “Baby Sitter: hub. Xxxxxxx 115”; “Pembantu RT. Xxxxx7755”, dan masih banyak lagi. Yang penting, produk yang dijual/ditawarkan ada, lalu nomor telepon yang bisa dihubungi. That’s all. Pesan komunikasi yang lebih singkat daripada sebuah iklan baris di Koran Pos Kota. Harapannya, kalau ada yang pas membutuhkan jadi ingat untuk mencari nomor teleponnya ke tiang listrik terdekat.

Bagi yang punya usaha, gaya iklan yang begini perlu juga untuk dicoba. Biayanya jelas cukup murah. Cukup modal selembar kertas ukuran A4 lalu difotocopy, terus suruh orang untuk menempelkannya di tiang listrik di seputar tempat tinggalnya [asal nggak ditegur sama pak RT setempat]. Yang punya modal agak banyakan, biasanya pakai tripleks, pesan iklannya disablon lalu diikat pakai kawat di tiang listrik [yang ini bisa lebih tahan lama].

Mereka yang menjual produknya lewat iklan tiang listrik ini, adalah para pengusaha yang sadar sepenuhnnya akan pentingnya iklan untuk menyampaikan jualannya [menurut kamus bahasa Indonesia, iklan adalah pemberitahuan kepada khalayak ramai agar tertarik dengan barang & jasa yang ditawarkan]. Selain itu, mereka sadar pula bahwa untuk beriklan melalui media lainnya [Radio, Koran, TV, dsb] perlu biaya yang cukup mahal. Padahal sebagai pengusaha, mereka perlu bertindak agar konsumen tahu produk jualannya. Jadilah iklan berbiaya murah meriah ini yang mampu mensiasati masalah budget, dengan harapan tetap efektif & efisien . Tapi sejauh tujuan iklan tsb. sebagai sarana untuk get attention, pesan yang dikomunikasikan jelas akan sampai kepada sasarannya. Masalahnya apakah kemudian ada tindakan dari konsumen untuk membeli atau mencoba, itu proses selanjutnya.

Kalau ditanya apakah iklan tiang listrik ini efektif dan mampu menggaet target konsumennya, akan sulit untuk menjawabnya [perlu survey nich]. Tetapi kalau dilihat dari fakta bahwa iklan tiang listrik tetap masih banyak peminatnya [selalu ada yang baru, yang kertasnya hancur kena air hujan juga ditempel ulang lagi], berarti kan iklan seperti ini efektif dari ‘kaca mata’ si pemasang iklan. Kalau selama ini nggak efektif dan nggak mampu menggaet target konsumen, bisa jadi kan sudah dihentikan dari kapan-kapan, karena dianggap buang duit percuma [ingat pengusaha kan selalu berpikir efektif & efisien].

Perkiraan saya, kalau untuk small area seperti di komplek perumahan, iklan tiang listrik akan dapat menggaet sasaran, seperti : “Gas habis? Call xxxxx555”; “Air isi ulang. Telp. 021xxxx9765”. Karena dari pengamatan saya, kalau gas, air, atau apa saja yang menyangkut kepentingan rumah tangga sehari-hari yang mendadak habis, sementara kalau harus keluar rumah untuk membelinya jelas bakalan repot. Pastinya yang paling mudah dilakukan adalah melihat ke tiang listrik terdekat, lalu menelepon minta diantar. Praktis kan.

Kalau untuk produk atau jasa seperti Les Privat, Pembantu RT, Baby Sitter, Service Kompor Gas/AC, mungkin para konsumennya agak ragu untuk memakai jasanya. Maklum di Jakarta atau kota-kota besar lainnya, konsumen kan sudah lebih pintar dan selalu waspada, sehingga tidak semudah itu mendatangkan orang asing ke rumah tanpa tahu latar belakangnya [tindakan preventif]. Kecuali atas rekomendasi tetangga, teman, ataupun keluarga terdekat. Atau yang punya usaha tsb. jelas alamatnya dan terkenal baik reputasinya [misal : Bu Gito, yang laris manis ‘jualan’ PRT nya selama Lebaran dan pasca Lebaran].

Saran saya, kalau ingin pasang iklan tiang listrik berkaitan dengan produk Anda, sebaiknya tanyakan dulu kepada diri sendiri. Seandainya jadi target konsumen, mau nggak ya kita membeli produk atau jasa yang ditawarkan dengan hanya menelepon terus minta orang tsb. datang ke rumah? Kalau jawabannya ya, berarti orang lain pun akan mungkin bertindak seperti kita. Kalau kita saja yang mau pasang iklan ‘keberatan’ menelepon ya lupakan saja.

Tapi kalau mau sedikit repot, banyak kok cara-cara beriklan murah meriah & kreatif yang bisa disesuaikan dengan ‘jualan’ kita. Tentunya, kita harus kreatif untuk memikirkan dan menemukan caranya. Teman saya di mastermind TNM-E20, pak Fuad Muftie, ia membuat 2 spanduk berbunyi : Di sini akan dibuka toko Addina menjual busana muslim, jilbab, dan bla…bla…dipasang sejak bulan Desember 2007 di ruko barunya [lokasinya tidak jauh dari toko lamanya], yang rencananya baru akan buka Januari 2008 ini. Dengan spanduk ini, tujuan get attention-nya jelas berhasil [saya menemukan rukonya juga dengan membaca spanduknya]. Di jalan yang termasuk ramai, setiap orang yang lewat pasti membacanya, bisa jadi mereka yang menjadi target market-nya pasti penasaran [kapan ya dibukanya?].

Jujur saja, saya pernah kok menjadi korban iklan tiang listrik ini. Gara-gara septic tank di rumah penuh, terpaksa saya cari tiang listrik terdekat. Catat nomor teleponnya, lalu saya telepon, minta untuk segera datang. Nggak lama kemudian, datanglah tim mobil tinja tsb. Memang mudah sih. Urusan bisa beres tanpa harus meninggalkan rumah.

Teman saya juga pernah menjadi korban iklan tiang listrik ini, tapi justru akibat negative dari iklan tiang listrik tsb. Heboh lah pokoknya. Ceritanya, dia beli rumah di sebuah komplek perumahan. Begitu sudah tinggal di rumah tsb, setiap hari teleponnya berdering dan kebanyakan si penelepon minta segera disedot WC-nya. Setiap kali ada telepon dia harus menjelaskan masalahnya. Lama kelamaan capek juga. Kalau telponnya nggak diangkat, takutnya ada teman atau famili yang menelpon. Usut punya usut, ternyata yang tinggal di rumah tsb. sebelumnya adalah agen pemasaran jasa sedot WC. Nah lho, itulah hebatnya iklan tiang listrik.

Saturday, January 5, 2008

Akhirnya, adik ipar saya take action juga...



Setiap hari selalu ada pengusaha baru. Demikianlah, kalau kita coba amati sekitar kita, atau sambil jalan melihat-lihat sekeliling, memang sepertinya setiap hari selalu ada yang buka usaha baru.

Lihat saja, di komplek kita tinggal, setiap hari selalu ada tukang sayur baru, tukang bubur ayam baru, tukang roti, tukang sate, tukang bakso. Belum lagi kalau kita sedikit keluar komplek, di depan Indomart pun silih berganti ada yang mencoba peruntungan membuka usaha baru, tadinya ada Edam Burger, diganti Siomay, lalu yang Es Cendol diganti, penjual martabak.

Amati juga di sepanjang jalan yang kita lalui, begitu ada kios or ruko baru, pasti nggak sampai hitungan minggu sudah ada yang buka usaha baru. Pernah di luar komplek saya, ada bangunan kios baru, saya baru mikirin cocoknya untuk usaha apa [kalau nge-click kepingin nanyain berapa sewanya], eh besoknya pas mau saya tanya berapa harga sewanya, ternyata sudah disewa orang untuk buka bengkel motor. Inilah bukti, yang namanya lokasi yang bagus selalu dijadikan rebutan. Siapa cepat dia dapat.

Begitu pula dengan peluang usaha, kalau nggak segera diraih dan dimanfaatkan, pastinya ada orang lain yang juga punya pemikiran yang sama yang akan memanfaatkan peluang tsb.

Inilah sepenggal cerita terkait pengalaman adik ipar saya [adik istri saya dan suaminya]. Tiga tahun lalu ia beli rumah di Jl. Bukit Duri yang cukup luas. Karena letaknya strategis di jalanan yang ramai, dan ia berencana untuk buka usaha jadi franchise-nya salah satu minimarket terkenal saat itu. Ternyata, saat rumahnya sedang dalam tahap direnovasi, beda beberapa rumah darinya dibuka sebuah minimarket seperti yang dibayangkannya saat itu. Terbukti, peluang tsb. keduluan oleh orang lain yang berpikir hal yang sama. Akhirnya, semangatnya untuk buka usaha terlupakan seiiring berjalannya waktu.

Saat bertemu sepulang Lebaran dari Jawa Timur, November lalu, saya iseng cerita tentang usaha baru saya Rental Excavator, bahwa yang namanya peluang itu ternyata ada di mana-mana termasuk saat mudik Lebaran pun bisa jadi ‘ketemu’ peluang usaha. Langsung semangat adik ipar tadi untuk punya usaha bangkit lagi [panas kali yee?]. Dia sadar, kok selama ini [4 tahun lewat begitu saja] berdiam diri dan melupakan niatnya semula saat beli rumah di Jl.Bukit Duri yang rencananya memang untuk buka usaha.

Tiba-tiba akhir Desember 2007 lalu, ia mengundang keluarga besar istri saya untuk melewatkan malam tahun baru sekaligus acara syukuran di rumahnya. Surprise, ternyata saat kami semua tiba di rumahnya pada malam 31 Desember 2007, di rumahnya telah tersedia lengkap semua peralatan & counter martabak plus crew-nya. Rupanya, di awal tahun 2008 ini, diam-diam dia sedang mempersiapkan untuk take action buka usaha Martabak langsung di 2 lokasi, di depan Giant Rawamangun dan di depan rumahnya. Jadi di malam tahun baru yang lalu, kami semua yang hadir di rumahnya diminta untuk menjadi ‘tim penilai’ sekaligus ‘kelinci percobaan’ berbagai jenis martabak [martabak manis dan martabak telor] yang nanti bakal jadi andalan jualannya [kayak pak Bondan dengan wisata kulinernya aja].

Yang menarik, tatkala ngobrol, adik ipar saya mulai menyadari bahwa kalau nunggu peluang usaha yang besar, kok nggak datang-datang, jadi ya take action aja dulu yang saat ini bisa dijalani, sekaligus buat pembelajaran. [Padahal dulu kepinginnya punya usaha langsung yang besar]. Pada akhirnya, mindset-nya berubah juga. Mau mencoba memulai usaha dengan resiko yang kecil dulu.

Kenapa martabak? Ternyata selama ini dia memang menyukai martabak, jadi tahu banget yang enak dan yang kurang enak. Makanya penasaran untuk mencoba menciptakan martabak yang ‘enak’ sesuai dengan taste-nya. Saya hanya mengucapkan selamat menjadi ‘mahasiswa S2’ dan semoga sukses!

Inilah sedikit cerita tentang adik ipar saya yang akhirnya berhasil juga untuk take action [setelah tertunda 4 tahun] menjadi pengusaha martabak. Dan mencoba memanfaatkan peluang yang berangkat dari kegemarannya makan martabak. Memang yang namanya ide usaha itu bisa berawal dari mana saja termasuk dari hobi kita jajan. Memang penjual martabak sudah banyak tersebar di Jakarta, tapi dia mencoba untuk keluar dari pakem dengan berbagai jenis martabak yang lain dari yang lain. Semoga bermanfaat.