Friday, January 18, 2008

Oleh-oleh dari Yogya : Teman masa kecilku sukses pindah quadrant



Surprised! Long time no see you ya…friend??? Inilah komentar salah satu teman bermain di masa kecilku [adik kelasnya adik saya] saat masih tinggal di Madiun dulu. Yudi ‘Cheng Hook’ nama panggilannya. Tak sengaja 10 Januari 2008 lalu, kami ketemu di Yogyakarta. Bukan main [kalau pas begini] dunia ini ternyata sempit ya? Padahal sekitar 15 tahunan atau malah lebih saya nggak ketemu dia. Karena selepas SMA, biasanya para putra daerah seperti saya ini pada merantau dan kuliah di kota besar seperti Surabaya, Yogya, Semarang, Jakarta, dll. Selepas kuliah biasanya juga pada langsung kerja dan nggak pernah pulang ke daerah asalnya lagi. Apalagi kalau orang tuanya sudah meninggal dunia. Terputuslah sudah dengan masa lalunya.

Begitulah, saya akhirnya ‘ngobrol’ sampai jam 3 pagi dengannya. Hebatnya, selain 'ngomongin' nostalgia tentang masa kecil hingga SMA, ia juga menceritakan kisahnya selama ini hingga akhirnya sukses menjadi pengusaha.

Saat ini, ia memiliki perusahaan ekspedisi udara di Surabaya, satu toko di Madiun, dan di Yogya ada usaha Salon, Warnet dengan 22 komputer dan rumah kos 46 kamar [Rp 750,000/bulan per kamarnya] di sebelah kampus UPN. Luar biasa. Sudah seharusnya saya banyak menimba ilmu darinya. Karena teman yang satu ini berangkatnya juga dari seorang karyawan [TDB]. Dan baru September 2007 yang lalu ia resign dari tempat kerjanya.

Teman saya ini cerita, bahwa kemampuannya untuk bisa set up bisnis sendiri ini justru berasal dari kiprahnya saat masih menjadi karyawan. Jadi sudah seharusnya kita-kita yang saat ini menjadi karyawan mensyukuri. Karena saat masih menjadi karyawan banyak kemampuan manajerial yang secara nggak sengaja dapat dipelajari dan dikuasai dengan baik, yang nantinya penting saat ingin membuka usaha sendiri.

Jadi kuasailah dengan baik bidang yang saat ini menjadi bagian pekerjaan sehari-hari. Pekerjaan kita adalah sekolah yang terbaik juga. Anggap saja sekolah tapi dapat gaji bulanan yang juga dapat dikumpulin buat modal. Sambil terus cari peluang usaha yang sesuai dengan passion & bidang yang kita kuasai. Dan ingat kalau sudah punya usaha juga jangan buru-buru ‘asal resign’. Tapi mesti dimonitor terus perkembangannya, kalau bisnis pribadi sudah mapan silakan resign. Proses pindah quadrant ini buat masing-masing orang bisa berbeda kebutuhan waktunya. Yang penting kan tujuan akhirnya jadi pengusaha. Begitulah masukannya kepada saya.

Ceritanya, saat ia masih menjadi TDB di sebuah perusahaan, dia seringkali kebagian kerjaan yang ‘cukup sulit’, yaitu membuka cabang baru dan seringkali juga didaulat menjadi kepala cabangnya. Dari pengalaman manajerial seperti itu, akhirnya intuisinya dan skill-nya menjadi terasah dengan baik. Misal, bagaimana memulai buka cabang baru yang diibaratkannya seperti ‘membuka hutan’ di sebuah daerah baru. Kemudian bekerja ‘habis-habis’an, agar sebuah cabang baru bisa survive dan kalau perlu berkembang maju. Dst.

Rupanya sambil bekerja menjadi TDB, dia juga punya cita-cita untuk secepatnya punya usaha sendiri. Mulailah ia menjajagi peluang-peluang usaha. Usaha ekspedisi udaranya yang di Surabaya, adalah hasil mengakuisisi, saat perusahaan tsb, collapse. Lalu ditangani langsung hingga akhirnya menjadi sehat kembali dengan omset tahun 2007 lalu sekitar 3,7 M [kalau marginnya 20%, gede juga ya untungnya]. Tokonya yang di Madiun juga hasil kerja kolaborasi bersama istrinya. Begitulah, satu persatu peluang yang ada berhasil dieksekusi menjadi usaha yang potensial. Bahkan ada juga beberapa usaha yang gagal. Setelah usahanya yang jalan bisa ‘mapan’, akhirnya ia mengajukan resign dari jabatannya sebagai kepala cabang di salah satu daerah di Jawa Timur. Saat ini teman saya ini dalam seminggu kerjanya hanya jalan-jalan keliling mengontrol bisnisnya. 3 hari di Surabaya, 1 hari di Madiun, dan 3 hari di Yogya.

Bagi saya pribadi, kisah teman saya ini menjadi contoh atau sebuah model perpindahan quadrant yang ‘cukup mulus’ dan terbilang ‘cukup sukses’ dari seorang TDB menjadi TDA. Secara perlahan tapi pasti [waktu masih TDB] dia mengumpulkan portfolio usahanya satu demi satu, hingga saat passive income-nya telah mencapai berlipat-lipat dari gaji terakhirnya sebagai kepala cabang, dan sudah jauh di atas kebutuhan hidupnya, tibalah saatnya untuk resign dan menjadi seorang pengusaha [TDA].

Akhirnya, saat berpisah kami pun sepakat bila pas saya ada di Yogya, dia juga akan berusaha berada di Yogya agar kami bisa ngobrol & berdiskusi sambil belajar bersama. Anehnya, sudah jadi pengusaha pun masih kepingin belajar juga dari saya yang masih TDB [ternyata dia juga kepingin belajar usaha rental mobil atau excavator]. Tapi siapa tahu ada ide-ide bisnisnya yang bisa kita kerjakan bersama. Karena saat kami ngobrol bersama dengan teman-teman lainnya, banyak sekali ide-ide usaha yang aneh-aneh yang relative modalnya nggak besar keluar dari ‘kepalanya’.

1 comment:

Anonymous said...

Artikel di blog ini bagus. Kami berharap bisa meningkatkan kerjasama dengan memasangkan WIDGET Lintas Berita di website Anda sehingga akan lebih mempopulerkan artikel Anda untuk seluruh pembaca di seluruh nusantara dan menambah incoming traffic di website Anda. Salam!

http://www.lintasberita.com/Lokal/Oleh-oleh_dari_Yogya__Teman_masa_kecilku_sukses_pindah_quadrant/