Monday, January 21, 2008

Jangan 'nembak' burung gereja pakai meriam

Setelah iklan tiang listrik yang pernah saya posting sebelumnya, kali ini saya mau sharing tentang kejadian menarik tentang seorang teman yang berencana hendak membuat iklan radio sebagai media promosinya.

Ceritanya, saat mampir ke Bukafe di Jl. Duren Tiga [toko buku sekaligus kafe dan warnet yang kebetulan milik kakak angkat saya], tiba-tiba manajer pengelolanya menghampiri saya untuk ngobrol. Saya pun iseng bertanya tentang perkembangan Bukafe. Lalu ia menguraikan ‘rencana besarnya’ untuk memajukan tempat usaha yang dikelolanya ini. Salah satu rencananya adalah beriklan di salah satu radio terkenal di Jakarta.

Wuah hebat banget. Kemudian saya bertanya dengannya, siapa saja sih pengunjung Bukafe selama ini? Ia pun menjawab bahwa pengunjungnya ada kalangan pelajar SMA, mahasiswa, para pekerja pulang kantor, ABG pacaran, pengunjung umum, bapak-bapak & ibu-ibu pecinta buku, dsb. Saya tanya lagi, berapa iklan radio yang akan dibuat dan berapa radio yang mau menayangkan iklannya. “Cukup satu iklan dan satu radio saja”, jawabnya.

Nah lho. Tadi katanya target audience-nya bermacam-macam, berarti kan butuh iklan yang berbeda-beda sesuai dengan target audience-nya. Begitu pula media radionya, kita harus lihat segmen pendengarnya, untuk masing-masing target audience kan berbeda radionya. Misal, untuk palajar SMA & ABG pakai Track FM, Mahasiswa pakai radio Prambors, Para pekerja & yang lebih tua pakai radio Trijaya FM or Sonora. “Kalau cuma pakai satu iklan di satu radio, kan percuma juga karena nggak bisa menjangkau semua target audience yang hendak disasar? Lebih dari itu, emangnya pengunjung Bukafe itu latar belakang geografisnya dari seluruh Jakarta? Kan siaran radionya bisa didengerin di seluruh Jakarta bahkan Jabodetabek lho…”, argumentasi saya.“Oh, begitu ya? Tapi, kita kan harus selalu pro aktif dan nggak boleh lengah sedikitpun…”, lanjutnya lagi.

Akhirnya saya sharing sama dia dengan harapan bisa lebih terbuka lagi wawasannya. "Bikin iklan radio itu gampang kok, punya duit suruh orang yang ahli di bidangnya juga beres. Tinggal mau ditayangin di mana, kapan saja, berapa kali sehari, ada ahlinya yang bisa kita mintai tolong. Tapi sebelum bikin iklan kan banyak hal yang harus digali dan dijadikan insight. Kemudian kita fokuskan kembali ke main objective atau tujuan utamanya. Jadi to mesti back basic & be focuss," lanjut saya.

Pertama, kita rumuskan dulu objective-nya? Tujuannya untuk apa kok Bukafe butuh beriklan? Untuk menggaet pengunjung baru? Selama ini promosi & trick-trick apa saja yang telah dilakukan dalam rangka menggaet pengunjung baru tsb.? Sudah maksimal apa belum? Bagaimana hasilnya? Kalau dari rumusan ini memang ternyata diperlukan beriklan, ya dibuat lah iklan. Lalu coba kita pertimbangkan dengan seksama dulu, apa benar Bukafe butuh iklan radio? Atau malah media lainnya? Kalau hanya ingin menggaet pengunjung baru kan nggak cuma iklan radio yang bisa dipakai, bisa kita gunakan flyer [selebaran], spanduk, iklan di internet, poster, dsb. yang jelas budgetnya lebih murah.

Kedua, target konsumennya siapa? Siapa saja sih selama ini pengunjung Bukafe? Memangnya pengunjung Bukafe dari seluruh wilayah Jakarta? Kalau yang hendak ‘ditembak’ hanya pelajar sekolah, ABG, dan mahasiswa yang ada di seputaran Bukafe, atau pekerja pulang kantor yang kebetulan arah pulangnya melewati Bukafe, atau pengunjung umum yang juga berasal dari seputaran Duren Tiga radius 5 km, ya dicari media iklan apa yang paling cocok dan memungkinkan untuk dibuat. Tentunya yang mampu menjawab persoalan pertama tadi [back to basic] bahwa memang Bukafe butuh beriklan untuk menggaet pengunjung baru. Kan berarti yang dibutuhin cukup hanya beberapa spanduk dan flyer saja.

Seandainya nekad bikin iklan radio. Habis biaya produksinya katakanlah Rp 2 juta, kemudian budget placement [tayangnya] katakanlah Rp 20 jutaan [selama 3 bulan]. Hasilnya, hanya ada 30 orang pengunjung baru yang datang gara-gara iklan radio tsb. , dan mereka hanya spend money atau belanja di Bukafe rata-rata Rp 50,000 berarti kan omset hanya naik Rp 1,500,000. Padahal paling banter marginnya cuma 20% dari omset tsb. yaitu Rp 300,000. Kalau toh pengunjung barunya 10 x lipat atau 300 orang paling banter marginnya cuma Rp 3,000,000. Ini kan artinya bikin iklan radio tsb. nggak efektif. Ibaratnya ‘nembak burung gereja pakai meriam’, yang seharusnya ‘cukup pakai senapan angin biasa’ [senjata dan pelurunya terlalu besar padahal target sasarannya ternyata kecil].

Ketiga, kalau memang spanduk dan flyer yang dinilai paling ‘cocok’ sebagai media iklan ya mulai disurvey di mana saja bakal dipasang atau di mana saja flyer tsb. bakal disebarkan. Yang jelas harus bisa menjawab persoalan pertama dan kedua [iklan nyampe dan dibaca oleh target audience sehingga mampu mengajak mereka datang ke Bukafe]. Misal, spanduk dipasang di jalan atau perempatan dari berbagai arah yang akan menuju ke Bukafe. Dan flyer juga harus disebarkan di lokasi-lokasi yang tepat untuk menggaet sasaran, misal di sekolah atau kampus, rumah, kantor, perempatan sekitar situ.

Selain itu, cobalah dipikirkan cara-cara lain untuk berpromosi yang lebih cerdas & kreatif. Misal kerjasama dengan penerbit atau pengarang bukunya, bila ada buku baru yang menarik ya dibuatlah acara bedah buku sekaligus jumpa pengarangnya di Bukafe. Atau apa lagi?

Saya tegaskan lagi kepada teman tadi, bahwa ini semua kan sharing dari saya yang hanya berangkat dari perhitungan akal sehat biasa. Tentunya sebagai manajer pengelola kan sudah seharusnya tahu dari a sampai z tentang Bukafe. Selanjutnya ya mesti dipikirkan cara beriklan yang keluar dari ‘pakem’, tantang saya. Itulah tugas pengelola, harus selalu mencari ide-ide promosi maupun trick-trick yang murah meriah namun berdampak besar. Oke?

Atau adakah temen-temen yang pernah punya pengalaman beriklan untuk memajukan usahanya. Senang banget kalau ada yang mau sharing untuk pembelajaran bersama kita semua.

Semoga ‘curhat’ kali ini dapat bermanfaat untuk saya pribadi dan Anda semua yang kebetulan membacanya.

Endro Wahyu M
TNM-E20 [mastermind JakTim]

“yang terus berusaha untuk selalu bisa memberi, memberi, dan memberi… tapi tidak pernah kehabisan, daripada harus mencari, mencari, dan mencari… tapi tidak pernah merasa cukup.”


No comments: